TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil panen raya di daerah sudah dirasakan di perkotaan. Pasokan beras yang masuk Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) sudah melonjak tajam dibanding beberapa waktu lalu.
Sayangnya, lonjakan ini berbanding terbalik dengan serapan harian Bulog terhadap gabah dan beras petani yang masih pas-pasan.
Direktur Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo menuturkan, melonjaknya pasokan beras ini dikarenakan banyak daerah sentra sudah memasuki panen raya.
Untuk Selasa kemarin saja, pasokan beras yang masuk ke Cipinang mencapai 5.482 ton. Sehari sebelumnya, pasokan lebih banyak lagi, mencapai 6.763 ton.
“Pemasukan beras ini murni dari beras lokal, bukan impor. Beras impor dikunci di Gudang Bulog,” kata Arief, Rabu (21/2/2018).
Arief menyampaikan, stok beras harian di PIBC pada hari Senin lalu mencapai 25.004 ton. Angka ini meningkat tajam dibandingkan sehari sebelumnya, yang baru 21.584 ton. Stok pada Selasa sudah naik lagi, mencapai 26.811 ton.
“Seiring dengan berlangsungnya panen raya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, setelah mengisi pasar dan gudang-gudang lokal, kini beras sudah masuk ke PIBC. Diharapkan pemasukan beras ke depan akan tetap tinggi dan stok PIBC meningkat lagi,” tuturnya.
Mendengar kabar ini, Anggota Komisi IV DPR Oo Sutisna mengaku senang sekaligus sedih. Senang karena pasokan beras ke pasar sudah aman. Kemudian sedih karena stok di Bulog masih belum cukup.
Berdasarkan data Bulog, serapan harian pada Selasa lalu hanya mencapai 1.658 ton. Provinsi yang gagahnya diserap tertinggi oleh Bulog adalah Jawa Timur, sebesar 1.486 ton.
Sedangkan provinsi lain masih sangat kecil, cuma belasan ton. Bahkan, untuk Jawa Tengah, pada Selasa lalu, tidak ada gabah yang diserap Bulog. Sehari sebelumnya, gabah Jawa Tengah yang diserap Bulog cuma 13 ton. Harga gabah saat ini rata-rata Rp 4.000 per kilogram.
Oo menyayangkan sedikitnya serapan gabah harian Bulog. Padahal, Bulog sudah dibantu TNI, Kementerian Pertanian (Kementan), dan perbankan untuk melakukan serapan habah petani. Harusnya, dengan bantuan itu, serapan gabah Bulog sudah optimal. Sayanganya, Bulog masih terlihat ogah-ogahan.
“Bulog ini kan maunya beli ketika tercapai sesuai HPP (Harga Pembelian Pemerintah yaitu Rp 3.700 per kilogram). Sekarang, Bulog harus jawab, kerja sama serapan gabahnya bagaimana. Aneh. Bulog kan punya gudang besar-besar. Saya baru pulang dari kunjungan ke gudang-gudang Bulog, isinya itu beras lama, bukan serapan baru,” beber politisi Partai Gerindra ini.
Dia amat heran dengan kondisi ini. Padahal, Bulog memiliki kewajiban memperkuat beras cadangan Pemerintah melalui serapan gabah petani.
“Ini kan sudah panen. Karena sudah ada kewajiban, kenapa Bulog tidak mau beli. Petani itu kan simpel, yang penting gabahnya ada yang beli. Mau Bulog, swasta, tidak ada masalah. Yang penting Bulog jalankan kewajibannya, penuhi gudangnya dengan beras. Sekarang ini momentumnya penuhi gudangnya. Supaya punya cadangan beras cukup. Jadi jangan akal-akalan lagi. Ketika tidak cukup, mau minta impor lagi,” cetusnya.
Oo tidak memungkiri bahwa beras impor, seperti dari Vietnam, harganya lebih murah. Kondisi ini yang sering membuat Bulog mau instan dan mudah. “Tapi, kalau mikirnya seperti itu, bagaimana bisa berdaulat pangan,” tandasnya.