TRIBUNNEWS.COM – Dibandingkan beberapa tahun lalu, bisnis e-commerce kini berkembang semakin pesat, baik bisnis dalam skala kecil, menengah maupun skala besar.
Data dari Social Research & Monitoring soclab.com menyebutkan, di tahun 2015 pengguna internet di Indonesia yang mencapai 93,4 juta, 77 persen diantaranya mencari informasi produk dan belanja secara daring.
Berikutnya di tahun 2016, jumlah pembelanja daring mencapai 8,7 juta orang dengan nilai transaksi sekitar 4,89 miliar dollar AS. Ini masih belum seberapa. Menurut Bloomberg, pada tahun 2020 nanti, separuh jumlah penduduk Indonesia akan terlibat dalam kegiatan e-commerce. McKinsey juga memperkirakan bahwa pada tahun 2025, transaksi daring di Indonesia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga sebesar 150 miliar dolar.
Meningkatnya transaksi e-commerce juga berdampak pada perkembangan bisnis lainnya. Satu diantaranya bisnis logistik atau jasa pengiriman barang yang juga ikut berkembang pesat.
Banyak di antara perusahaan e-commerce yang kini mengembangkan usaha bisnis logistik atau jasa pengiriman barang sendiri.
Dengan niatan menghemat pengeluaran, nyatanya membangun bisnis logistik tak semudah yang dipikirkan. Jika tak dikelola secara baik, bukannya menguntungkan, bisnis logistik ini justru bisa merugikan.
Menurut data dari Worldbank, Logistic Performance Index (LPI), bisnis logistik di Indonesia justru mengalami penurunan, dari yang sebelumnya berperingkat 53 (2014) menjadi peringkat 63 (2016).
Apa penyebabnya? Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi berpendapat, banyak perusahaan logistik yang lemah dalam efisiensi waktu dan sistem pengiriman. Lemahnya dua aspek tersebut membuat perusahaan logistik tak membukukan laba.
Lantas apa yang bisa dilakukan perusahaan logistik saat ini?
Mula-mula sebuah perusahaan logistik harus membangun pusat big data yang berfungsi mengolah seluruh data yang harus dimiliki seperti peta daerah seluruh Indonesia dan sumber daya yang mereka miliki. Dari data tersebut kemudian dapat diolah menjadi sebuah strategi yang dapat memungkinkan perusahaan logistik untuk menemukan rute tercepat dan termurah sehingga bisa menghemat pengeluaran dan tentu saja memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Sayangnya untuk bisa mempraktekan hal ini dibutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Apalagi mengumpulkan data dilapangan bukanlah hal yang mudah dan cepat untuk dilakukan.
Tentu pilihan ini sangatlah beresiko, terutama disandingkan dengan perkembangan e-commerce yang kian hari kian pesat.
Karena itulah, solusi kedua ini dianggap sebagai jawabannya yang tepat, yakni menggandeng NEXTfleet yang merupakan pelayanan Internet of Things (IoT) yang ditawarkan oleh Indosat Ooredoo Business sebagai rekan kerja.
Memanfaatkan pelayanan ini dipercaya dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi layanan logistik sehingga kepuasan pelanggan tetap terjaga.
Apa saja kelebihan pelayanan ini? Pertama, Three Personas, yakni memberikan fitur-fitur berbeda bagi fleet manager, driver dan pelanggan. Kedua, Multi Point Distribution, yang bisa digunakan untuk aktivitas distribusi ke beberapa lokasi tujuan.
Ketiga, real-time, yakni dapat melakukan monitor posisi dan aktivitas distribusi secara real-time. Dan keempat, customized, yang bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan perusahaan.
Diharapkan, hadirnya layanan ini dapat memudahkan dan membantu para pelaku usaha logistik di Indonesia untuk bisa mendapatkan untung dan memberikan pelayanan terbaik bagi para konsumennya.
Apakah Anda tertarik untuk mencobanya? Temukan lebih lanjut tentang NEXTfleet dengan mengklik situs ini atau menghubungi nomor telepon 0815 1201 8888 dan email ke info.business@indosatooredoo.com.
Penulis: Firda Fitri Yanda/Editor: Choirul Arifin