TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa Pemerintah tidak tidur dalam menyelesaikan persoalan transportasi di Indonesia.
“Wujud negara tidak tidur adalah terbitnya PM 108 tahun 2017. Pada 2016 Kemhub melakukan pengaturan dengan tujuan angkutan dalam jaringan (daring) masuk dalam kategori angkutan umum,” ujar Syafrin Liputo, Kepala Subdirektorat (Subdit) Angkutan Orang, Direktorat Angkutan dan Multimoda, yang mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan,pada acara diskusi yang berlangsung di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu(11/3/2018).
Diskusi yang digelar oleh Jaringan Aktifis Pro Demokrasi ini membahas mengenai persoalan yang muncul seputar transportasi daring, baik roda dua maupun roda empat.
Dalam diskusi ini, selain Syafrin yang mewakili Kemenhub.Hadir pula sebagai pembicara Dodi Ilham dari Forum Komunikasi Pengemudi Online (FKPO), Lukman Hakim sebagai pemerhati transportasi online, serta Dedi Haryadi selaku Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Prodem bidang Kebijakan Publik.
Diskusi ini menyoroti posisi pengemudi yang inferior hingga akhirnya selalu merugikan posisi pengemudi itu sendiri.
“Pengemudi kerap menjadi korban. Sudah banyak bencana akibat tidak adanya aturan atau tidak hadirnya negara dalam proses ini,” sebut dia.
“Harus ada Undang- Undang (UU) yang melibatkan beberapa kementerian. Tidak hanya soal angkutan, namun juga tenaga kerja serta jaminan keselamatan,” ujar Setya Purwanto, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Prodem dalam kata sambutannya saat mengawali acara diskusi ini.
Selain itu, Setya juga menyoroti tindakan operator yang merugikan pengemudi. “Banyak yang suspend sepihak tanpa pengemudi tersebut sempat membela diri, sehingga saat itu juga ia dapat kehilangan pekerjaan,” tambah Setya.
Sementara Wasekjen Bidang Kebijakan Publik ProDEM Dedi Hardianto mengatakan, melihat dari sisi aturan masih banyak persoalan-persoalan yang perlu diselesaikan dalam layanan transportasi online.
"Saya melihat dari perusahaan sisi perburuhan, karena ada eksploitasi tenaga kerja. Melihat bahwa ada persoalan-persoalan," kata Dedi Hardianto.
Dedi menjelaskan, sampai saat ini tidak ada undang-undang yang membahas soal kemitraan antara driver dengan aplikator secara jelas.
"Untuk menyampaikan melakukan pembelaan diri dengan alasan kemitraan, saya nggak tahu apakah undang-undang kemitraan itu ada atau tidak hingga hari ini," ujarnya.
Dengan semangatnya, Dedi memaparkan dalam diskusi, bahwa ketika bicara kemitraan saat ini merupakan eksploitasi. "Kemitraan saat ini adalah eksploitasi, hari ini penderitaan telah terjadi," ucapnya.
"Saya tidak pernah lihat dibawah ada undang-undang kemitraan, bahwa kemudian teman-teman bekerja, lalu kemudian dibuat perjanjian-perjanjian yang mana?" tambahnya.
Dedi menjelaskan, saat ini para driver online rata-rata tidak pernah memegang perjanjian tersebut.
"Betul nggak? itu tidak pernah memegang perjanjian," Ucap Dedi sambil bertanya kepada para peserta diskusi.
Seharusnya kalau dari sisi aturan yang namanya perjanjian, dibuat oleh para pihak yang menjadi mitra. "Yang namanya kemitraan itu harus seimbang diperjanjikan terbuka," tandasnya.