News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Serikat Karyawan Ungkap Motif Penolak Perpanjangan Kontrak JICT

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja melakukan pengecekan peti kemas yang berada didalam kapal di Pelabuhan Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (7/3/2018). Kegiatan penimbangan peti kemas ekspor di pelabuhan atau verifikasi berat kotor kontainer ekspor/verified gross mass (VGM) di Pelabuhan Tanjung Priok bakal melibatkan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai penerbit dokumen sertifikasi VGM. Saat ini, di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima pengelola fasilitas terminal ekspor impor yakni JICT, TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal 3 Priok, dan New Priok Container Terminal-One (NPCT-1). Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Serikat Karyawan (Sekar) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) akhirnya buka suara ihwal gerakan menolak perpanjangan kontrak JICT-Pelindo II.

"Sebagian karyawan yang menolak perpanjangan kontrak itu mengincar pesangon besar. Itu ada dalam perjanjian kerja bersama (PKB) antara pekerja dan direksi JICT," ungkap Mufti, sekretaris jendral Serikat Karyawan JICT di Jakarta, belum lama ini.

Dalam PKB 2013-2015 yang diteken SP JICT dan Direksi JICT, dalam pasal 99 memang tercantum beberapa klausul kewajiban perusahaan yang harus dibayarkan kepada pekerja jika kontrak JICT berakhir. Dari 5 poin yang ada dalam pasal 99 itu, poin E menyebut klausul entang Rasionalisasi.

Dijelaskan bahwa kompensasi perusahaan kepada para karyawan adalah 10 x masa kerja (dalam tahun) x upah pokok. Sederhananya seorang karyawan JICT yang memiliki masa kerja 20 tahun akan mendapat pesangon 200 kali gaji pokoknya saat kontrak JICT berakhir di 2019.

Sementara gaji pokok dan penghasilan pekerja JICT hingga kini merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Dokumen penghasilan pekerja JICT yang pernah beredar ke publik menyebut bahwa penghasilan pekerja di JICT berkisar antara Rp 600 juta - Rp 1,6 miliar per tahun, atau Rp 50 juta - Rp 133 juta per bulan di tahun 2016 silam.

"Yang ada di pemikiran pekerja level grass root jika dilakukan rasionalisasi mereka akan mendapatkan uang pesangon yang banyak. Padahal itu salah, karena rasionalisasi baru dilakukan jika JICT dibubarkan," ujar Mufti.

Lebih jauh sekjen Serikat Karyawan JICT itu menambahkan, jika kontrak JICT tidak diperpanjang, sebagai entitas usaha JICT tidak serta merta bubar. Sebagai PT, kepemilikan saham perusahaan tetap sama yaitu Pelindo II dan Hutchison Port Holding.

Itu sebabnya Sekar JICT justru mendorong terjadinya perpanjangan kontrak. Selain memberikan kepastian mengenai nasib karyawan, perpanjangan kontrak juga akan menguntungkan konsmen dan ekonomi Indonesia. Pasalnya, investasi di JICT akan terus membesar, sehingga kualitas dan kecepatan layanan yang meningkat akan mendorong efisiensi logistik di pelabuhan.

"Menurut kami, perpanjangan kerja sama memberikan manfaat jangka panjang bagi para karyawan. Kalau kontrak berakhir, status karyawan JICT justru menjadi tidak jelas. Karena itu fokus kami saat ini adalah bekerja profesional agar perusahaan maju dan karyawan juga makin sejahtera," katanya.

Sebelumnya dua serikat kerja di TPK Koja yaitu Serikat Pekerja (SP) dan Serikat Pekerja Bersatu (SPB) TPK Koja menyatakan diri melebur jadi satu untuk mendukung langkah perusahaan memperkuat daya saing. Maklum persaingan antar terminal petikemas di pelabuhan Tanjung Priok makin ketat.

"Fokus kami saat ini adalah mendukung upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kami tidak ingin mengorbankan nasib ratusan karyawan Koja yang sudah tergantung pada perusahaan ini," jelas Joko Supriyanto, Ketua SP TPK Koja (21/3).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini