News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tiga Kementerian Diminta Bersinergi Lahirkan SKB tentang Susu Segar Lokal

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Proses pemerahan susu sapi di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Barat, Rabu (3/7/2013.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) berharap tiga kementerian bersinergi dalam urusan regulasi yang mengatur program Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).

Ketiga kementerian dimaksud adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Pertanian (Kemenpan).

Sinergi sangat penting untuk menciptakan aturan penyerapan susu lokal yang terintegrasi dan tersinkroniasasi, sehingga penerapannya bisa berjalan lebih efektif.

"Kami memang mendorong supaya ada aturan yang terintegrasi. Minimal Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang SSDN antara Kemenperin, Kemendag, dan Kementan," kata Ketua APSPI Agus Warsito, dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (27/4/2018).

Melalui SKB, penerapan regulasinya bisa dikawal bersama oleh sejumlah kementerian terkait, karena permasalahan SSDN memang melibatkan banyak elemen.

Misalnya, wewenang pengawasan terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS) terkait kemitraan dengan peternak sapi perah lokal merupakan domain Kemenperin.

Kementan sendiri telah mengeluarkan Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Peredaran Susu, yang mewajibkan IPS dan Importir menjalin kemitraan dengan peternak lokal.

"Sedangkan urusan penetapan harga ideal susu, adalah wewenang Kemendag," ujarnya.

Apalagi, Indonesia sempat punya regulasi yang cukup berhasil menangani urusan SSDN pada dekade 80-an.

Kala itu ada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang berhasil mendorong pemenuhan 50% kebutuhan susu nasional dari peternak lokal.

"Karena industri diwajibkan memanfaatkan SSDN," kata Agus.

Namun, karena kesepakatan pemerintah dengan International Monetary Fund (IMF) pada 1997, membuat kewajiban pemanfaatan SSDN dihapus.

Sejak saat itu, persusuan nasional seperti tidak mendapatkan perhatian karena tak ada regulasi yang jelas.

Lahirnya Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi secercah harapan, untuk kembali memajukan persusuan nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah lokal.

"Sekarang tinggal bagaimana komitmen antar-kementerian untuk mensinergikan regulasinya, demi kesejahteraan peternak lokal," ujar Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini