TRIBUNNEWS.COM - Publikasi IMD World Competitiveness Yearbook 2018 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 43 dari 63 negara dari berbagai kawasan dunia yang dikumpulkan oleh IMD World Competitiveness Center.
Peringkat ini turun dibanding tahun sebelumnya dari ranking 42. Bila dibandingkan peringkat 1, yaitu Amerika Serikat, nilai index Indonesia hanya sebesar 68,9 terhadap 100.
Baca: Istri Temukan Suami Tewas Mengerikan usai Pulang Tarawih, Masih Sempat Buka Puasa Bersama
Namun, dilihat dari kawasan Asia Pasifik peringkat daya saing global Indonesia ini justru meningkat, yaitu dari peringkat 12 menjadi 11. Membaiknya peringkat Indonesia di kawasan Asia Pasifik disebabkan penurunan peringkat Filipina.
Peringkat Indonesia masih harus ditingkatkan untuk bersaing mengejar ketertinggalan dari Singapura (peringkat 3), Malaysia (naik peringkat menjadi 22), dan Thailand (turun peringkat menjadi 30).
Di dunia peringkat 5 besar ditempati oleh: Amerika Serikat, Hong Kong, Singapura, Belanda, dan Swiss.
Untuk diketahui, International Institute for Management Development (IMD) telah melaksanakan studi ini secara rutin sejak 1989.
Publikasi tahun ini adalah yang ke-30. Bagian riset IMD World Competitiveness Center yang berdomisili di Lausanne, Swiss, melibatkan lembaga mitra dari berbagai negara.
Di Indonesia partner IMD adalah Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB-UI) dan NuPMK Consulting.
Managing Director LM FEB-UI, Toto Pranoto mengatakan, jika mengacu pada studi ini, titik krusial yang dihadapi Indonesia terletak pada semua komponen pembangunan.
Pada komponen kinerja ekonomi saat ini memerlukan perhatian dengan harapan mampu menstimulasi pembangunan yang berkelanjutan.
Pada komponen efisiensi pemerintahan titik krusial pembenahan perlu dilakukan pada kerangka institusional, hukum bisnis, dan kerangka sosial di dalam pemerintahan itu sendiri. "Pada komponen efisiensi bisnis, aspek yang perlu dibenahi terletak pada daya produktivitas dan efisiensi bisnis," ungkap Toto di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Adapun, pada sektor infrastruktur titik krusial terletak pada semua aspek daya dukung pembangunan infrastruktur, meliputi: infrastruktur dasar, teknologi, scientific infrastruktur, kesehatan dan lingkungan, serta edukasi.
Sejumlah permasalahan pada government dan corporation, memerlukan ruang harmonisasi supaya kebijakan publik dan bisnis dapat beririsan membentuk pertumbuhan ekonomi yang solid.
"Dengan pertumbuhan ekonomi (Product Domestic Bruto-PDB) tahun 2018 sebesar 5,1 hingga 5,2 persen, maka daya dukung manajemen sangat diperlukan. Pemahaman manajemen tata kelola kebijakan publik harus dapat memahami tata kelola private sebagai entitas bisnis," tuturnya.