"Saya belum bisa menjawabnya sekarang. Tapi, yang jelas, sejak lama Rio Tinto pasang harga di US$ 3.5 miliar. Tidak mau nego. Indonesia akhirnya menyerah, terima harga US$ 3.5 milyar, ditambah US$ 350 juta bagi FCX," katanya.
Sebagai perbandingan, pada 1 November 2013 Indonesia “merebut kembali” Inalum dari Jepang.
Pihak Jepang, yaitu NAA (Nippon Asahan Aluminium) ngotot dengan harga US$ 626 juta.
Baca: Realisasikan Janji Kampanye, Stadion Kandang Megah Persija Akan Dibangun Akhir 2018 Ini
Pemerintah ngotot US$ 558 juta. Jadi, ada selisih US$ 68 juta.
Jepang akhirnya takluk.
Mungkin memang lebih mudah mengalahkan Jepang dibandingkan “koalisi” dari AS, Inggris dan Australia.
5. Sebagai catatan, aset Inalum saat ini sekitar Rp 90 triliun.
Dengan kesepakatan harga US$ 3.85 miliar, transaksi ini nilainya setara 61% aset Inalum.
"Saya ingatkan, jangan sampai Inalum over-stretched, yang bisa menjadi masalah besar di kemudian hari," katanya.
Berdasarkan fakta di atas, kata Dradjad, jelas bahwa Freeport belum “direbut kembali”.
Transaksi belum terjadi karena ada isu-isu besar yang belum tuntas. Itu pun Indonesia nerimo saja harga yang dipatok oleh Rio Tinto.
Jika transaksinya terwujud nanti, Indonesia harus membayar Rp 55 triliun. Tapi, FCX ngotot kontrol operasional tetap mereka yang pegang.
"Qulil haqqa walau kaana murran," katanya.