TRIBUNNEWS.COM - Nomura Holding Inc, perusahaan asal Jepang yang bergerak di sektor finansial, memaparkan ada delapan negara berkembang yang diprediksi memiliki risiko paling kecil terpapar krisis moneter.
Dilansir TribunWow.com dari Kompas.com, Selasa (11/9/2018), Nomura Holding.inc memeriksa sejumlah faktor seperti cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga dan impor.
Berikut delapan negara berkembang yang memiliki risiko paling kecil terkena krisis moneter:
1. Indonesia
Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS, hal ini disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral AS.
Meskipun nilai tukar rupiah melemah, menurut Nomura Indonesia dipandang cukup kuat dalam menghadapi kondisi tersebut.
Hal ini terlihat dari cadangan devisa Indonesia yang cukup tinggi untuk menahan pelemahan nilai tukar lanjutnya.
Pemerintah Indonesia juga sudah melakukan serangkaian upaya untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Dan juga, Rasio utang Indonesia juga masih dipandang cukup baik, dengan cadangan devisa yang tercatat 117 miliar dollar AS dan rendahnya rasio utang terhadap produk domestik bruto.
Oleh karena itu, Indonesia masih cukup kuat menahan melemahnya nilai tukar.
2. Brasil
Nilai tukar real Brasil terpuruk selama 2,5 tahun terakhir.
Hal ini disebabkan kenaikan suku bunga di AS dan ketidakpastian politik di Brasil.
Namun, Perekonomian Brasil sedang mengalami pemulihan yakni sebesar 1,1 persen meski masih jauh dibawah ekspektasi sebelumnya 2,7 persen.
Bank sentral Brasil juga telah melakukan serangkaian upaya stabilisasi mata uang real seperti kebiakan swap valas.
Dan juga awal Agustus 2018 suku bunga acuan ditahan di level 6,5 persen.