Untuk menopang nilai rupiah dan memperkuat cadangan devisa, Holding Industri Pertambangan INALUM akan meningkatkan ekspor komoditas
pertambangan dan produk hilirisasinya.
INALUM memproyeksikan penjualan ekspor mineral, batubara dan produk hilirisasinya sebesar US$ 2,51 miliar di tahun 2018 ini, atau meningkat sebesar 33% dibanding realisasi 2017 sebesar US$ 1,89 miliar. Kenaikan tersebut terutama ditopang oleh kinerja ekspor PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM).
Dari Januari hingga Agustus 2018, Holding Industri Pertambangan mencatat pertumbuhan nilai ekspor sebesar US$ 1,57 miliar atau 83% dari pencapaian akhir tahun lalu sebesar US$ 1,89 miliar.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, “Sumber daya alam kita, khususnya mineral dan tambang, sangat kaya. Di industri tambang inilah, Indonesia memiliki daya saing yang sangat baik di dunia. Dengan mendorong hilirisasi di sektor mineral tambang harapan ke depannya akan memberikan keuntungan lebih bagi rakyat dan negara melalui ekspor produk akhir tambang.”
“Kita punya sumber daya alam atau bahan baku. Pada akhirnya akan sangat menguntungkan nilai ekspor kita,” tambahnya.
Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin mengatakan, “Sudah menjadi komitmen Holding Industri Pertambangan untuk meningkatkan kinerja ekspor, meningkatkan arus masuk dolar dan memperkuat cadangan devisa negara. Devisa hasil ekspor kami seluruhnya ditempatkan di perbankan dalam negeri.”
“Membaiknya kinerja ekspor ini sesuai dengan mandat pembentukan Holding Industri Pertambangan untuk menjadi perusahaan kelas dunia," lanjutnya.
Peningkatan ekspor batubara PTBA diproyeksi mencapai US$ 829 juta tahun ini dengan mengekspor 12,1 juta ton batubara atau naik 44,6% dibanding tahun 2017. Ekspor batubara PTBA terutama dikapalkan ke negara-negara Asia seperti Tiongkok, India, Thailand, Hong Kong, dan Kamboja.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, “Tahun ini PTBA berhasil mengurangi biaya sebesar 10% dibandingkan tahun lalu sehingga laba perusahaan pun akan lebih baik. Kami memiliki strategi untuk mengurangi biaya salah satunya dengan menerapkan cara menambang yang lebih efisien. Terkait eskpor, PTBA berhasil merealisasikan devisa sekitar hampir US$ 850 juta. Kalau kita ekspor 100%, bisa sampai US$ 2 miliar, tapi ada kewajiban dalam negeri yang wajib kita penuhi.”
Hal yang sama juga dialami oleh ANTAM yang memproyeksikan peningkatan ekspor 66%, senilai US$ 1,04 miliar di tahun 2018 dibanding US$ 630 juta ditahun sebelumnya. Proyeksi ekspor ANTAM tahun ini terdiri dari 25 kilo ton nikel dalam feronikel, 4.05 juta wet metric ton bijih nikel, 1.25 juta wet metric ton bijih bauksit dan 12 ton emas.
Ekspor ANTAM terutama dikirimkan ke negara-negara Korea Selatan, Eropa, India, Taiwan, Jepang, Singapura, Hong Kong, dan Tiongkok.
Direktur Operasional PT Antam Tbk Hari Widjajanto mengatakan, “Kinerja produksi dan penjualan Antam pada tengah tahun 2018 terutama dikarenakan optimalnya kegiatan operasional komoditas inti perusahaan yakni nikel, emas dan bauksit. Untuk produksi dan penjualan feronikel ANTAM pada tengah tahun 2018 didukung oleh stabilnya operasional pabrik feronikel Pomalaa dan Antam terus menjaga level biaya tunai untuk meningkatkan daya saing serta menjadi salah satu produsen feronikel global berbiaya rendah.”
Lebih lanjut disampaikan, “Untuk produksi dan penjualan emas, Antam terus meningkatkan utilitas pengolahan pabrik pemurnian logam mulia. Sedangkan untuk produksi dan penjualan bijih nikel dan bijih bauksit, Antam mengoptimalkan penjualan sesuai dengan kuota ekspor yang diperoleh saat ini.”
PT Timah Tbk turut menyumbang devisa yang diproyeksi senilai US$ 563 juta dengan mengekspor 28 kilo ton timah ke pasar Amerika Serikat serta negara-negara di Asia, Afrika dan Eropa.
Direktur Utama PT Timah Tbk Riza Pahlevi menyampaikan bahwa, “Saat ini Timah sedang terus mengembangkan eksplorasi untuk menggali cadangan yang lebih baik lagi sehingga produksi bisa berkelanjutan. Terkait ekspor, 90% hasil produksi ingot kita eskpor ke sejumlah negara di dunia. Jumlah eskpor yang besar menempatkan Timah sebagai produsen terbesar ke-2 di dunia. Jadi kami dapat mengontrol harga pasar dunia.”
Untuk INALUM sendiri, ekspor aluminium ingot tahun ini diproyeksikan mencapai 40 kilo ton, senilai US$ 79 juta dengan tujuan ekspor ke negara-negara Jepang, Swiss, Singapura, Inggris, Australia, Korea Selatan, Hong Kong, Malaysia, dan Belanda.
Tentang Holding Industri Pertambangan
Holding Industri Pertambangan resmi dibentuk pada 27 November 2017 dimana INALUM menjadi Induk Usaha Holding dan PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., dan PT Timah Tbk., sebagai anggota Holding. INALUM memegang 65% saham PT Aneka Tambang Tbk., 65.02% saham PT Bukit Asam Tbk., 65% saha, PT Timah Tbk., dan 9,36% saham PT Freeport Indonesia.
Sampai dengan Juni 2018, INALUM membukukan Pendapatan Konsolidasi sebesar Rp 30.1 triliun, tumbuh 59% dari tahun lalu. EBITDA Konsolidasi mencapai Rp 9.2 triliun, tumbuh 92% dari tahun lalu. Laba Bersih Konsolidasi mencapai Rp 5.3 triliun tumbuh 174% dari tahun 2017 terutama ditopang dengan meningkatnya kinerja PT Aneka Tambang Tbk dan PT Bukit Asam Tbk. (*)