TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Perdebatan mengenai kegiatan rapat tahunan IMF World Bank di Bali makin hangat. Sebelumnya, Kubu Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritik penyelenggaraan pertemuan tahuan IMF-World Bank atau International Monetary Fund and the World Bank (IMF-WB) Annual Meetings (AM) yang digelar 8-14 Oktober mendatang di Bali.
Tim ekonomi Prabowo-Sandi, Rizal Ramli mengatakan penyelenggara tersebut terlalu mewah karena menghabiskan anggaran hampir 70 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 800 miliar lebih. Padahal, menurutnya penyelenggaraan konferensi seperti itu tidak lebih dari 10 juta dolar Amerika.
"Menyangkut sidang Bank Dunia di Bali memang dari segi biayanya luar biasa besar, 830 miliar, ada estimasi lain-lain mungkin lebih besar lagi. itu nyaris 70 juta USD. Setahu saya mengadakan konferensi internasional biasanya 10 juta dollar sudah hebat, mewah," kata Rizal dalam konferensi pers di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, (5/10/2018).
Dilain pihak, sudah banyak disebutkan oleh pemerintah, antara lain oleh Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI, bahwa Pemerintah Indonesia tadinya menyiapkan anggaran sebesar Rp 810 miliar untuk mendukung penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali, tetapi akan dilakukan penghematan dan hanya akan gunakan anggaran Rp566 miliar.
Anggaran tersebut dipakai untuk kegiatan yang mayoritas didalamnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung penyelenggaraan kegiatan, seperti percepatan pembangunan underpass, pembangunan apron bandara, dan pengadaan perangkat teknologi informasi (IT).
Di Medan, Sumatera Utara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan pihak-pihak yang menilai pertemuan Internatiobal Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) di Bali, sebuah pemborosan anggaran yang dikeluarkan pemerintah.
"Anggaran itu dipakai untuk memperluas apron di Bandara Bali, yang dipakai untuk membuat terowongan di persimpangan yang ada di Bali agar tidak macet," ujar Jokowi seusai memberikan Orasi Ilmial di Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai alokasi dana pemerintah sebesar Rp 810 miliar, masih lebih rendah dibanding pelaksanaan pertemuan IMF-WB di negara lain. Pun, dari jumlah tersebut dana yang akan digunakan diprediksi hanya sekitar Rp 566 miliar.
Jika kita bandingkan dengan Singapura, Turki, Tokyo dan Peru, jumlah tersebut masih relatif rendah. Saat menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-WB, keempat negara tersebut harus mengeluarkan dana masing-masing sebesar Rp 994,4 miliar, Rp 1,25 triliun, Rp 1,1 triliun, dan Rp2,29 triliun.
Ketua DPR yang juga Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini yakin pertemuan IMF-WB di Bali akan mendongkrak roda perekonomian Indonesia. Dari sisi ekonomi, diharapkan pertemuan tersebut dapat mendongkrak ekonomi Bali dari 5,9 persen menjadi 6,54 persen.
Pertumbuhan tersebut 0,26 persen diharapkan bisa didapat dari sektor konstruksi, 0,12 persen dari perhotelan, 0,5 persen dari makanan, dan 0,21 persen lainnya dari sektor lain-lain.
“Kita juga optimis pertemuan ini akan memberikan pemasukan bagi negara dari sektor pariwisata, sekaligus mempromosikan potensi wisata Indonesia. Pemerintah sendiri telah menyiapkan lebih dari 30 paket wisata kepada para delegasi yang hadir," ujar Ketua DPR.
"Kita juga harapkan pertemuan ini bisa mempromosikan produk-produk unggulan Indonesia serta membuka kesempatan kerja bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia yang terlibat acara,” papar Bamsoet.
Diperkirakan akan ada lebih dari 18.000 orang yang akan hadir pada acara IMF-WBG Annual Meetings di Bali. Angka terakhir perkiraan pengunjung ke Bali sehubungan dengan acara ini sekitar 32 000 orang. Hal ini akan menggenjot pertumbuhan terkait kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali, dari yang hanya sebesar 0,3% menjadi 16,4% pada 2018 (Bappenas, 2018).
Secara hitungan dalam rupiah, dampak jangka pendek acara pertemuan tahunan IMF-WBG di Bali nanti bernilai Rp5,9 triliun yang bermanfaat untuk Indonesia. Diantaranya berasal dari:
1. Pengeluaran pengunjung yang berasal dari mancanegara maupun domestik sebesar Rp1,1 triliun (Bappenas, 2018).
2. Investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur pendukung (2017-2018) seperti Underpass Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, Garuda Wisnu Kencana, TPA Sarbagita Suwung yang akan menghasilkan dampak langsung sebesar Rp3,0 triliun (Bappenas, 2018).
3. Sumbangan devisa sebesar USD43,2 juta atau setara dengan Rp639,36 miliar dengan asumsi satu tamu yang datang untuk kunjungan Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE), bisa menyumbang devisa hingga USD2.400 atau Rp35,52 juta (Okezone, 2018).
Sementara itu, dampak dalam jangka panjang, acara pertemuan tahunan IMF-WBG adalah sebagai berikut:
1. Mendorong perekonomian Bali yang sedang melambat yang disebabkan oleh letusan Gunung Agung (Bappenas, 2018).
2. Pertumbuhan ekonomi Bali akan kembali di atas 6,5%, yang antara lain berasal dari sektor perhotelan (0,12%), makanan dan minuman (0,05%), konstruksi (0,26%), dan sektor lainnya (0,21%) (Bappenas, 2018).
3. Kenaikan nilai tambah provinsi Bali sebesar Rp894 miliar yang berasal dari kegiatan tahapan penyiapan infrastruktur, pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara, serta penyelenggaran pertemuan (Bappenas, 2018).
4. Penciptaan kesempatan kerja di Bali sebesar 1,26% atau 32.700 orang, serta meningkatkan upah riil sebesar 1,13%(Bappenas, 2018).
5. Penambahan output perekonomian Bali pada periode 2017-2018 sebesar Rp7,8 triliun yang berasal dari kegiatan konstruksi infrastruktur dan penyiapan kawasan wisata (Rp3 triliun), hotel dan akomodasi (Rp0,9 triliun), serta perdagangan (Rp0,8 triliun) (Bappenas, 2018).
6. Peluang masuknya kepentingan ekonomi Indonesia di agenda pembangunan IMF dan WBG.
7. Peningkatan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia.
8. Peningkatan investasi dari hasil tawaran pemerintah Indonesia di pertemuan tahunan IMF-WBG sebesar USD42,2 miliar yang terdiri dari 79 proyek yang berasal dari 21 BUMN di antaranya PT Waskita Karya Tbk, PT PLN Persero, PT Jasa Marga Tbk, dan Angkasa Pura II.