TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya pemberitaan mengenai kasus tingginya bunga pinjaman perusahaan teknologi finansial pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi atau pinjaman daring belakangan dikeluhkan masyarakat.
Beberapa perusahaan tekfin bahkan menetapkan bunga pinjaman 20 persen untuk sekali pinjaman.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida menyatakan, regulator tidak mengatur lebih lanjut mengenai tingkat bunga pinjaman tekfin pinjaman daring. Sebab, tingkat bunga tersebut dikenakan oleh perusahaan, karena sifatnya peer to peer.
“Karena sifatnya peer to peer, mereka langaung berkontrak antara yang meminjamkan dan yang pinjam. Dan ini merupakan kesepakatan antara keduanya dan OJK tidak bisa berintervensi,” kata Nurhaida, Selasa (13/11/2018) di Wisma Mulia, Jakarta.
Baca: Komentar Asosiasi Fintech terkait Maraknya Pengaduan soal Pinjaman Online
Tingkat bunga pinjaman tekfin saat ini sebetulnya telah disepakati dan diatur oleh para pelaku yang tergabung dalam Asosiasi Fintek Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Nurhaida menuturkan, saat ini yang menjadi prioritas OJK adalah memastikan perusahaan pinjaman daring mewajibkan transparansi mengenai kondisi bisnisnya.
“Kalau yang meminjam transparan tentang kondisi bisnisnya, masa depan bisnisnya, prospeknya ke depan dengan keterbukaan itu, maka yang meminjamkan akan bisa mengakses risikonya seperti apa,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko, kepada Tribunnews.com menyampaikan hingga saat ini, belum ada laporan adanya pelanggaran baik terkait cara penagihan ataupun bunga yang terlampau tinggi yang dilakukan oleh fintech P2P lending yang terdaftar resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sampai sekarang belum ada laporan ke APFI,” ujarnya, Selasa malam (6/11/2018).
Menurutnya, untuk pihak yang sudah terdaftar secara resmi, seharusnya sudah memahami konsekuensi dari pelanggaran tersebut. Ia pun menekankan, agar debitur yang meminjam uang di fintech P2P disesuaikan dengan kemampuan.
Mengenai tingkat bunga, Sunu memastikan, APFI membatasi total tagihan tidak lebih dari 100 persen dari biaya prinsipal. “Jadi misal pinjam Rp 500 ribu tidak boleh kembali lebi dari 1 juta,” ujarnya.
Seperti diketahui, maraknya kasus yang melibatkan pinjaman daring, baik dengan modus cara penagihan yang tidak wajar atau bunga yang terlampau tinggi mendorong LBH Jakarta membentuk posko pengaduan untuk korban P2P lending.
Sunu pun menjelaskan, sudah menjadi kewajiban bagi pihak-pihak yang ingin berusaha di bidang fintech P2P lending untuk mendaftarkan dirinya ke OJK.
Selain itu, P2P lending yang sudah terdaftar di OJK dan berada di bawah naungan AFPI telah melakukan konsolidasi dengan berbagai jenis pinjaman daring, serta tengah memformulasi proses penagihan. Pihaknya juga akan melakukan sertifikasi yang ditujukan untuk para penagih.