TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, proses akuisisi PT Freeport Indonesia masih terganjal izin ke badan anti-trust di beberapa negara.
Hal ini disebabkan Freeport telah berpindah kepemilikan. Saat ini, Freeport telah menerima izin anti-trust dari Jepang dan Korea. Selanjutnya, Indonesia masih berupaya mendapat izin dari China sebagai salah satu konsumen tembaga terbesar.
"Yang paling lama biasanya di China. Pagi ini saya baru dari China, ketemu badan anti-trust China minta supaya bisa dibantu diterbitkan lebih cepat dan mereka memberikan sinyal positif," ujar Budi saat ditemui di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Diketahui, China mewajibkan negara-negara produsen tembaga untuk meminta izin dalam melakukan aksi korporasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga persaingan usaha di antara engara produsen tembaga.
"Mereka lihat kalau ada corporate action dari perusahaan yang berkaitan dengan copper ingin pastikan tidak terjadi kartel menekan harga impor mereka," kata Budi.
China sebut dia, tidak mau membeli tembaga dari negara atau produsen yang tidak mendapatkan izin dari badan anti-trust. Selain China, Freeport dan Inalum juga masih menunggu izin dari Filipina.
"Target Desember juga selesai," kata Budi.
Selain menyelesaikan izin dari badan anti-trust, Inalum juga tengah memenuhi kondisi prasyarat penyelesaian akuisisi saham yang ditargetkan September-Desember 2018.
Selain itu juga persiapan kebutuhan Pendanaan Inalum dalam rangka pembiayaan divestasi saham PTFI yang ditargetkan Agustus-November 2018 serta persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar PTFI yang ditargetkan November-Desember 2018.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Akuisisi Freeport Masih Terganjal Izin Anti-trust"