TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah tengah mendorong gerbang pembayaran nasional (GPN) dalam mengintegrasikan sistem pembayaran non tunai di sektor transportasi.
Salah satu alasan penggunaan uang elektronik, yaitu untuk menghindari pungutan liar atau pungli.
"Kalau masih manual (tunai) biasanya akan terjadi penyimpangan. Contoh di bus angkutan umum pakai sistem setoran banyak yang ganggu itu sopirnya jadi ada pungli," ungkap Kepala Badan Litbang Perhubungan, Sugihardjo usai acara focus group discussion (FGD) bertemakan "GPN dalam meningkatkan efisiensi sektor transportasi" di Jakarta, Senin (3/12/2018).
"Ada Transjakarta, Commuter Line KCI hilang pungli tidak ada yang lakukan karena pakai elektronik. Tidak ada fisik uang yang mau diambil," lanjutnya.
Selain itu, pembayaran non tunai, lanjut Sugihardjo, bisa menghasilkan transparansi serta pendataan yang lebih bagus untuk perusahaan transportasi. Khususnya untuk memantau performa perusahaan.
"GPN didorong untuk tingkatkan efisiensi layanan transportasi, lalu transparansi dan pendataan. Sepanjang transaksi manual maka akan kesulitan dapat data produktivitas dan transaksi. Contoh di KCI TJ pakai elektronik jelas per tahun berapa, jam puncak kapan," paparnya.
Sugihardjo menyebutkan tiga hal yang perlu dilakukan demi merealisasikan pengintegrasian sistem pembayaran elektronik tersebut.
Pertama, penggunaan uang elektronik sebagai instrumen pembayaran transportasi publik menggantikan tiket. Kedua, standarisasi instrumen uang elektronik yang selaras dengan kebijakan GPN.
"Ketiga, keberlangsungan model bisnis serta menghargai investasi yang telah ada dengan mengadopsi skema harga (pricing) sesuai best practices," pungkasnya.