TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kurs rupiah sempat melemah 1,1% ke kisraan Rp 14.562 per dollar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (5/12). Bahkan pelemahan rupiah ini merupakan pelemahan yang terburuk di Asia.
Bank Indonesia (BI) menjelaskan pelemahan rupiah ini terjadi karena Indonesia masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
"Negara yang mengalami CAD, pasar akan bereaksi lebih banyak," ungkap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, di kompleks BI, Jumat (7/12).
Defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 sebesar US$ 8,8 miliar atau setara dengan 3,7% dari produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, defisit neraca perdagangan Indonesia kumulatif Januari-Oktober 2018 sebesar US$ 5,51 miliar. Sedangkan neraca perdagangan jasa juga mengalami defisit sebesar US$ 2,22 miliar.
"Jadi kita jangan terlena dengan penguatan kurs karena kita tetap harus selesaikan persoalan CAD," ungkap Mirza.
Menurut Mirza, ekspor dan pariwisata perlu digenjot, dan impor perlu dikendalikan.
Namun secara umum Mirza mengungkapkan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2019 menyebabkan aliran modal akan kembali ke emerging market. Sehingga BI optimistis rupiah lebih stabil di tahun depan.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: BI: Defisit neraca dagang bikin rupiah rentan melemah