Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 - 20 Desember 2018 memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 6 persen.
Dengan demikian, suku bunga Deposit Facility juga tetap berada di level yang sama, 5,25 persen dan Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers menyampaikan, kebijakan mempertahankan suku bunga acuan tersebut merupakan Bank Indonesia untuk memperkuat daya tarik pasar keuangan domestik dan menurunkan defisit transaksi berjalan dalam batas aman.
Perry menyebut, kebijakan mempertahankan suku bunga acuan tersbeut juga sudah mempertimbangkan kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga acuannya pada 19 Desember 2018 sebesar 25 basis poin menjadi 2,25 - ,2,5 persen maupun dalam beberapa bulan ke depan.
“Kami mencermati arah kebijakan The Fed yang sebelumnya kami perkirakan akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali, tapi pada 2019 mengarah dua kali,” kata Perry, di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Selain itu, kebijakan mempertahankan suku bunga di level 6 persen, kata Perry juga telah memperhitungkan defisit transaksi berjalan pada triwulan keempat.
Pasalnya, pada November 2018, neraca perdagangan mengalami defisit sebesar 2,05 miliar dolar AS. Defisit itu disebabkan lantaran pertumbuhan ekonomi global yang melandai dan komositas ekspor yang menurun.
Baca: Suku Bunga Diproyeksikan Bakal Naik, Pengusaha Siapkan Alternatif Pembiyaan Lain
“BI meyakini tingkat suku bunga masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik dan mempertimbangkan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan,” kata Perry di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Bank Indonesia mencatat, defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 sebesar 8,8 miliar dolar AS atau 3,37 persen PDB.
Ini lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar 8,0 miliar dolar AS 3,02 persen PDB. Secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga triwulan III 2018 tercatat 2,86 persen PDB.
Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan itu dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.