Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Penyelesaian sengketa bisnis diluar pengadilan, yakni melalui mekanisme arbitrase, dinilai sangat dibutuhkan utamanya untuk sektor bisnis, hal tersebut disebabkan karena penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih cepat sehingga menghindari konflik antara para pelaku bisnis yang sedang bersengketa menjadi semakin besar.
“Jika sengketa yang terjadi dalam dunia usaha diselesaikan lewat jalur pengadilan, konflik biasanya semakin besar,”. Demikian diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Yogya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, dalam Seminar Forum Arbitrase Sebagai Penyelesai Sengketa Konstruksi, di University Club, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Jum'at, (22/12/2018).
GKR Mangkubumi menyebutkan bahwa ia menyadari di dunia usaha ini banyak sekali permasalahan yang berujung sengketa, baik dari yang kecil sampai besar. “Sedangkan jika semua masalah bisnis yang ada dibawa ke pengadilan terus, itu tidak bagus juga bagi sektor bisnis, apalagi terhadap image perusahaan, karena perkara kecil pun bisa menjadi hancur,” jelas GKR Mangkubumi.
Oleh karenanya, lanjutnya, sektor bisnis sangat membutuhkan alternatif penyelesaian sengketa secara cepat, dan tentunya rahasia, agar menjaga reputasi para pelaku usaha itu sendiri. “Saya lihat kebutuhan ini sangat sesuai dengan yang ditawarkan melalui mekanisme arbitrase, sehingga arbitrase bisa menjadi rujukan bagi dunia usaha untuk membantu penyelesaian sengketa yang mereka alami,” ujar GKR Mangkubumi.
“Kami berharap, perwakilan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dapat segera dibuka di Yogya, dan kedepannya KADIN, BANI, serta Fakultas Hukum UGM dapat bersama-sama dan bersinergi ke depannya,” katanya.
Hal disampaikan oleh Anggota Komite Pengembangan Kontrak Konstruksi LPJK Nasional, Nieke Masruchiyah, menurutnya arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan sangat cocok diterapkan oleh para pelaku usaha. Nieke juga menyebutkan bahwa prinsip yang dilakukan di arbitrase selaras dengan musyawarah untuk mufakat.
“Dalam bisnis itu rentan rusaknya relasi karena sengketa yang diselesaikan di pengadilan, nah cara-cara dengan arbitrase ini mendorong untuk menghasilkan win win solution, sehingga tetap bisa memertahankan relationship dalam bisnis itu sendiri, dan menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, sesuai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, terkait penyelesaian sengketa kontrak dalam jasa konstruksi, yang menyebutkan penyelesaian sebaiknya dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat. “Apabila para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian ditempuh melalui tahapan penyelesaian sengketa yang diatur dalam kontrak kerja konstruksi, yakni mediasi, konsiliasi dan arbitrase,” ujarnya.
Mekanisme penyelesaian sengketa jasa konstruksi diantara para pihak memang lebih menekankan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
Sementara itu Ketua BANI, Husseyn Umar menyebutkan bahwa BANI sebagai lembaga yang fungsi dan tugas pokoknya secara administratif penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase, didirikan oleh kadin Indonesia pada tahun 1977. Hingga saat ini memiliki ± 75 arbiter yang berasal dari Indonesia dan ± 74 arbiter dari negara lain. “sejak berdirinya, BANI telah menyelesaikan sengketa di berbagai bidang bisnis, seperti konstruksi dan berbagai bidang bisnis lainnya, dan 35 persen melibatkan pihak luar,” ujarnya.
Oleh karenanya, selain menyediakan pelayanan arbitrase dan mediasi, BANI juga menyediakan pelayanan pendapat mengikat atau Binding Opinion yang biasanya dilakukan sebelum sengketa terjadi. “Misalnya belum sampai dengan sengketa, baru berbeda penafsiran pada bagian tertentu kontrak, atau terjadi persitiwa tidak terduga yang menyebabkan para pihak bingung dalam implementasi kontrak, para pihak dalam suatu perjanjian dapat memohon pendapat yang mengikat dari pihak kami,” ujarnya.
“Hal ini sangat sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tersebut, bahwa penyelesaian sengketa dalam jasa kontruksi sebaiknya diselesaikan diluar jalur pengadilan,” tandasnya.