Laporan Reporter Kontan, Galvan Yudistira
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bali sebagai destinasi wisata utama di Indonesia menjadi salah satu pilihan favorit salah turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Tak heran, Bali juga membukukan transaksi yang cukup tinggi dari wisatawan asing yang datang ke sana. Namun sayangnya, tidak semua transaksi yang dilakukan turis asing, terutama wisatawan asal China bersifat legal.
Rudy Ramli, Presiden Direktur PT Alto Halodigital International (AHDI), anak usaha switching Alto mengatakan, ada beberapa transaksi dengan mata uang China di Bali yang ilegal.
“Misalkan ada orang China yang jualan barang di Bali, kemudian ketemu dengan turis China lain, dan karena mereka terbiasa transaksi menggunakan WeChat dan Alipay maka mereka akan melakukannya,” kata Rudy kepada kontan.co.id, Selasa (25/12).
Transaksi ini terjadi karena bisa dilakukan lewat WeChat. Namun memang akhir akhir ini untuk Alipay susah dilakukan. Hal ini karena tidak seperti WeChat pay, menurut Rudy Alipay sudah mengikuti aturan yang dibikin Bank Indonesia (BI).
Baca: Perjuangan Hidup-Mati Willy Siska Selamatkan 2 Anak di Papan Kayu Saat Tsunami Menerjang Anyer
Rudy memperkirakan beberapa merchant di Bali yang melayani transaksi WeChat Pay, 20% menggunakan rupiah, sedangkan sebagian 80% menggunakan renminbi.
Karena itu, ADHI bersama dengan Pemda dan BI Bali segera akan melakukan razia merchant WeChat ilegal yang menggunakan mata uang renminbi. Rudy mencatat ada tiga jenis transaksi renminbi di Bali.
Pertama adalah transaksi WeChat Pay transfer peer to peer lending dalam renminbi. Kedua adalah transaksi kartu Union Pay lewat EDC memakai wifi dari China. Sedangkan ketiga adalah memakai voucher renminbi dari aplikasi Dian Ping.