TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri meminta pemerintah agar tak cepat puas terhadap menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Hingga Senin (7/1/2019), pukul 15.00 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot menguat 1,30 persen ke level Rp. 14.084 per dolar AS. Menurut Chatib, kondisi tersebut hanya akan berlangsung sementara.
Mantan Menkeu era pemerintahan SBY ini memandang menguatnya nilai tukar rupiah saat ini berkaitan dengan pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell bahwa The Fed akan lebih bersabar dalam menaikkan suku bunga.
"Dugaan saya arus modal masuk akan kembali terjadi dan pasar keuangan akan bergairah," tulia Chatib lewat akun twitternya, @ChatibBasri, Senin (7/1/2019).
Chatib mengatakan, arus modal tersebut suatu saar dapat kembali lagi ke luar karena sifatnya hot money. Rupiah, menurutnya, bisa kembali melemah apabila The Fed kembali menaikkan suku bunga.
Baca: Deddy Corbuzier Bahas Gaya Hidup Vanessa Angel hingga Prostitusi Artis di Indonesia: Gak Semua Kaya
"Jika Fed kembali lagi menaikkan bunga dengan cepat, maka situasi 2018 akan berulang," cuitnya.
Untuk itu, ekonom senior itu menyarankan perlunya financial deepening supaya peran dari investor lokal lebih dominan.
Selain itu, lanjutnya, perlu macro prudential dalam bentuk tobin tax, reverse tobin tax atau aturan lain untuk mengatasi gejolak arus modal.
Mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu mengacu pada obrolannya dengan ekonom Harvard, Carmen Reinhart, beberapa tahun lalu.
Ia menyebut Reinhart menyebut tiga kata yang paling berbahaya adalah "this time is different". Pengambil kebijakan, kata dia, cenderung mengucapkan frase tersebut saat arus modal masuk.
"Saatnya bagi kita untuk tidak mengulangi kesalahan dengan menganggap bahwa arus modal yang masuk, rupiah yang menguat, pasar keuangan yang bergairah ini berbeda dengan yang lalu. This is (not) different," tegas dia.