TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai keberadaan penyedia layanan teknologi keuangan ( fintech) peer to peer lending (P2P) ilegal sangat merugikan industri keuangan.
Apalagi, sudah terungkap kasus fintech P2P lending yang melakukan pengancaman dan tindakan asusila.
"Ini memang meresahkan di industri kita, khususnya masyarakat yang menjadi korban," kata Wakil Ketua AFPI Tembur Pardede ditemui di Gedung Direktorat Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Menurut Tembur, kehadiran fintech ilegal sudah sangat meresahkan karena bisa merusak citra fintech legal dan yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
AFPI selama ini juga telah membahas dan berkomunikasi dengan OJK terkait penanganan hal ini.
"Keberadaan fintech ilegal merugikan industri kami. Industri kami ini memang sudah banyak memberikan kontribusi walaupun masih dalam usia baru, khususnya di sektor UMKM," ujarnya.
Dia mengatakan, fintech yang tergabung dan menjadi anggota AFPI telah menyepakati aturan bersama dan tidak boleh melanggarnya.
Salah satunya adalah tidak mengakses nomor kontak ponsel atau gambar dari ponsel mitranya.
Baca: OJK Rilis 76 Pemain Fintech yang Legal, Cek di Sini Daftarnya
"Kami dari asosisi sudah melakukan perbaikan-perbaikan sejak tahun lalu, yaitu kita memiliki satu kode etik, khususnya perlindungan konsumen. Kami di asosiasi juga memerintahkan kepada seluruh anggota kami dan saat ini ada 88 fintech," tuturnya.
Selain itu, AFPI juga membuat kesepakatan terhadap penerapan bunga atau tata cara penagihan yang harus disesuaikan ketentuan yang berlaku.
Namun, kondisi berbanding tebalik dengan apa yang dilakukan oleh fintech-fintch ilegal yang masih menjamur di Indonesia.
"Kami senantiasa akan meningkatkan pelayanan jasa keuangan pinjaman meminjam secara online, khususnya pada perlindungan konsumen. Itu yang akan kami lakukan tahun ini. Kami juga akan lakukan sosialisasi dan edukasi," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Asosiasi: Fintech Ilegal Meresahkan Industri"