News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Setengah Hati Merevitalisasi Pabrik Gula

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengangkut tebu dari Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, untuk dibawa ke Pabrik Gula Rendeng di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Revrisond Baswir mengingatkan pentingnya revitalisasi pabrik gula secara menyeluruh untuk mengatasi persoalan harga gula lokal yang tinggi dan tidak laku di pasar.

"Revitalisasi pabrik kelihatan setengah hati, seharusnya revitalisasi menyeluruh," kata Revrisond seperti dikutip dari Antaranews.com, Rabu (16/1/2019).

Revrisond menjelaskan, pabrik gula yang sudah tua dan tidak lagi efisien menghasilkan gula dalam negeri yang mahal dan harganya lebih tinggi dari gula impor.

Namun, Revrisond tidak menampik, revitalisasi pabrik gula masih sulit dilakukan karena penanam modal ragu melihat produksi tebu nasional yang belum mencukupi untuk kebutuhan pabrik gula.

"Selama ini lahan tebu masih bercampur-campur, karena jarang lahan tebu saja tanpa ditanami apa-apa lagi," ujar pengajar Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Selain itu, perluasan lahan tidak mudah dilakukan karena perubahan peruntukan lahan pertanian masih menjadi kendala dan belum ada upaya serius untuk membenahi masalah ini.

Baca: Kementan Klaim Stok Beras dan Gula Aman

Berdasarkan statistik, rata-rata lahan perkebunan tebu dalam periode 2008-2017 tidak banyak mengalami perubahan yaitu pada kisaran 450.000 hektare dengan produksi 246 juta ton.

Anggota Komisi VI DPR Inas Zubir juga mengingatkan pentingnya revitalisasi pabrik dengan menggunakan mesin modern agar produksi gula dalam negeri menjadi lebih stabil dan impor makin berkurang.

Meski demikian, persoalan utama dalam pengadaan gula domestik bukan hanya pabrik gula yang tua, namun juga kestabilan produksi tebu karena makin berkurangnya lahan.

"Banyak lahan tebu berubah menjadi area bisnis bahkan perumahan. Ini adalah dampak dari otonomi daerah. Pemerintah Daerah mengubah lahan pertanian tebu menjadi fungsi lain," katanya.   

Selama ini, masyarakat lebih menyukai gula impor yang harganya lebih murah karena harga gula dalam negeri lebih mahal dua sampai tiga kali lipat.

Berdasarkan data Statista, impor gula Indonesia mencapai 4,45 juta ton untuk periode 2017/2018 atau lebih tinggi dibandingkan China sebesar 4,2 juta ton dan AS sebanyak 3,11 juta ton.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini