News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPPU Soroti Rangkap Jabatan di Manajemen Garuda dan Sriwijaya Air

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pesawat Boeing 737 seri 500 Sriwijaya Air di apron Bandara Internasional Adi Soemarmo, Solo, usai mendarat dalam penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, Selasa (13/11/2018).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendalami posisi rangkap jabatan di manajemen PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Sriwijaya Air saat ini.

KPPU menduga hal tersebut berpotensi melanggar larangan praktik persaingan usaha tidak sehat.

 "KPPU sudah masuk dalam tahap penelitian tidak hanya membahas soal kartel tetapi rangkap jabatan di Garuda dan Sriwijaya,” kata Komisioner sekaligus Juru Bicara KPPU Guntur Saragih.

Rangkap jabatan dimaksud meliputi jabatan dewan komisaris dan dewan direksi di kedua maskapai penerbangan.

Sebelumnya, maskapai penerbangan Sriwijaya Air merombak jajaran direksi dan komisaris pasca melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan Garuda Indonesia melalui Citilink. 

Baca: BNI Nikmati Pertumbuhan Pesat Transaksi Via E-Channel Sepanjang 2018

Keputusan tersebut diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan telah diresmikan melalui penyelenggaraan Serah Terima Jabatan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Sriwijaya Air.

“Kami akan lihat lebih lanjut apakah ada pelanggaran, kami mengacu pada undang-undang nomor 5," katanya saat ditemui di kantor KPPU, Juanda, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Pasal 26 UU No. 5/1999 menyebut tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

Menurut Guntur jika dari hasil penyelidikan KPPU benar ditemui pelanggaran kedua maskapai tersebut bisa dikenakan denda maksimal Rp 25 milyar. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini