TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti genap berusia 54 tahun pada 15 Januari silam. Namun perayaannya dilaksanakan 10 hari kemudian, bertepatan dengan penyelenggaraan diskusi bersama kalangan pemimpin redaksi media massa di kantor KKP, Jumat (25/1).
Dalam perbicangannya dengan wartawan Tribun Network, Menteri Susi mengaku tahun 2019, selain bertepatan dengan tahun politik, juga merupakan tahun yang sulit bagi ekonomi.
"Tahun ini paling sulit. Karena tahun politik, sulit untuk keamanan dan sulit juga untuk ekonomi. Economy very slowly. Walau demikian, saya berharap sektor perikanan tidak ada masalah karena sudah lama kami persiapkan," katanya.
Persiapan lama seperti apa yang dimaksud Menteri Susi? "Kebijakan selama 4 tahun ini (memerangi penangkapan ikan secara ilegal dengan penenggalaman kapal, Red), berbuah positif. Indonesia sekarang pemain seafood. Kita pemain dunia. Apa yang dikirim dari Indonesia semakin dicari dunia. Kita perbanyak ekspor."
Baca: Nyali Besar Menteri Susi: Sekalipun Jenderal yang Telepon Saya Tidak Takut
Susi mengakui kebijakannya untuk mengekspor ikan dan produk kelautan kerap mendapat kritik. Ia juga diminta untuk memenuhi konsumsi dalam negeri terlebih dahulu.
"Memang ada keluhan, sebab dalam negeri produk perikanan menjadi mahal. Ikan tuna misalnya Rp 90 ribu per kilogram. Namun kita tetap ekspor, mengapa? Karena ikannya diminta, digemari. Permintaan internasional tinggi sekali," katanya.
"Setelah penenggelaman kapal, dari sisi, jumlah produksi ikan naik 2 kali lipat, tapi nilai naik 3 kali lipat, karena kenaikan harga. Walau begitu, tidak berarti boleh kita eksploitasi begitu saja, melainkan tetap menjaga kelestarian ikan dan ekosistem laut."
Baca: Terkesan Balas Kode Hati Reino Barack, Syahrini Langsung Ungkap Kerinduannya
Dalam kesempatan itu, Susi juga bicara soal ketahanan Indonesia menghadapi "asing". Menurutnya, ancaman ke depan tak lagi berkutat di perang militer konvensional, melainkan perang perebutan sumber daya alam, termasuk makanan.
"Itulah alasannya kapal asing pun masuk untuk merampok kekayaan alam kita. Itulah sebabnya, saya kira komoditas perikanan dan kealutan sangat strategis. Kedaulatan pangan sangat diperlukan di laut maupun di darat. Apalagi demarkasi global sudah tidak ada."
Tribun juga menanyakan Menteri Susi yang sering menganjurkan agar warga mengonsumsi ikan laut?
"Saya melihat konsumsi orang Indonesia sebaiknya bukan hanya karbo, beras, jagung dan ubi. Tapi makanan berkualitas, yakni ikan yang mengandung omega. Saya berpikiran ikan lebih pentingan daripada beras. Dan ikan lebih penting daripada daging."
"Sekarang 1 kg daging seharga Rp 100 ribu. Mahal kan? Coba kalau uang Rp 100 ribu itu dibelikan ikan, bisa 3 kg ikan. Daging sangat mahal dan berisiko tinggi (untuk pemicu penyakit), sedangkan ikan sehat," tandasnya.