TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menyerahkan pengelolaan tiga bandara di Sumatera ke PT Angkasa Pura II (Persero) pada tahun ini.
Ketiga bandara tambahan yang akan dioperasikan AP II, yaitu Radin Inten II di Lampung, HAS Hanandjoeddin di Tanjung Pandan, dan Fatmawati Soekarno di Bengkulu.
Baca: Kuala Tanjung di Sumut akan Jadi Pelabuhan Internasional
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, saat ini pemerintah sedang memproses kerja sama pemanfaatan (KSP) bandara dengan perusahaan pelat merah itu.
Melalui KSP tersebut, pemerintah bisa menghemat Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) di ketiga bandara tersebut, dan mengalokasikan dana untuk investasi ke bandara-bandara kecil.
"Raden Inten II ini dimiliki pemerintah dan sekarang dalam proses dilakukan KSP dengan AP II," kata Budi usai meninjau Bandara Internasional Raden Inten II pada Kamis (7/3/2019). Bandara ini akan diresmikan Jokowi keesokan harinya.
Baca: Ingin Bentuk Holding Kepelabuhanan, Pemerintah Harus Siapkan Aturan Main
"Konsep KPBU bandara yang dimaksud relatif untuk bandara komersial menguntungkan. Memang konsepnya biar untung swasta kerjain. Tapi even komersial APBN hingga Rp 100 miliar di sini. Nanti sisanya bisa buat bandara-bandara kecil," jelasnya.
Sementara itu, Presiden Direktur AP II Muhammad Awaluddin menjelaskan lebih lanjut perkembangan KSP dengan pemerintah Berikut hasil wawancara khusus dengan Muhammad Awaluddin:
Bagaimana perkembangan KSP pemerintah dengan AP II terkait pengelolaan bandara?
Saat ini sedang dilakukan verifikasi aset barang milik negara oleh Kemenkeu, Kemenhub, tim aset BMN dan AP II. Mereka sedang meverifikasi aset, sehingga nanti tahapan berikutnya nanti ketemu nilai asetnya di tiga bandara itu seperti apa.
Bandara apa saja?
Radin Inten II Lampung, HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandang, Fatmawati Soekarno Bengkulu.
Setelah verifikasi di Kementerian Keuangan tahapannya apa lagi?
Setelah itu bisa ditentukan formula untuk kontribusi tetap dan bagi hasil untuk pembagian keuntungan berdasarkan aset yang telah diverifikasi itu. Jadi memang tahapan penting, verifikasi aset itu harus dilakukan.
Apakah masih panjang penyerahannya?
Tidak sih, tinggal penentuan nilai.
Jadi selesainya kapan?
Kalau Pak Menhub minta jangan lewat dari triwulan I, waktu Desember lalu beliau menyampaikan itu.
Tapi kayaknya kalau dilihat kondisi sekarang, mungkin paling lambat Mei.
Bentuk kerja sama seperti apa?
Jadi penyerahannya itu dalam bentuk penandatanganan berita acara serah terima operasi. Kalau sudah ditandatangani, berarti operasinya berpindah, tapi asetnya tetap milik negara. Kita kerjasama pemanfaatan barang milik negaranya selama 30 tahun.
Kemudian pemerintah dapat jaminan tambahan aset dari capex yang kami spent selama 30 tahun itu. Kalau untuk Lampung itu kurang lebih sekitar 500 miliar selama 30 tahun.
Pengembangan bandara yang disiapkan apa saja?
Di infrastruktur core. Penambahan panjang lintasan, overlay, apron sama taxiway. Kalau gedung, terminal sepertinya tidak karena masih baru dan bagus. Jadi penambahan fasilitas saja. Paling nanti sistem operasi bandara yang platformnya digital, kemudian fasilitas penunjangnya harus berbasis digital. Dalam waktu dekat bisa kita lakukan.
Ada bandara lain yang disasar?
Ada. Jadi ini kan pola yang cukup baik. Jadi pemerintah bisa menghemat APBN, fokus ke bandara-bandara untuk konektivitas di daerah 3 T. Yang seperti Lampung dan Bengkulu bisa diserahkan ke operator.
Kalau ditanya yang mana lagi yang lain, kita melihat di bandara yang ibu kota provinsi, karena pertimbangannya potensi trafficnya.