TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesejahteraan petani merupakan salah satu hal yang paling banyak disoroti akhir-akhir ini.
Namun sayang, tidak banyak orang yang benar-benar melakukan tindakan nyata untuk mengentaskan persoalan ini.
Hal berbeda justru ditunjukkan oleh owner TomaTomi, Rini Arifiani.
Semangatnya untuk membantu para petani untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, ternyata sudah diterapkannya sejak empat belas tahun silam.
”Jadi saat itu di tahun 2005, saya menemukan banyak petani yang menangis akibat tomat yang dipanen hanya dihargai Rp 300,- per kilo. Padahal hasilnya bagus dan melimpah. Akhirnya, banyak dari mereka yang meluapkan kekecewaannya dengan membuang hasil panen,” ucapnya saat ditemui di Plaza Semanggi, Jakarta, Sabtu (30/3/2019).
Baca: Rajin Mengonsumsi Tomat Bikin Panjang Umur
Rini—begitu ia disapa—mengaku bahwa saat itu ia merasakan keprihatinan yang mendalam lantaran tomat yang dipanen dihargai terlalu murah.
Namun, saat itu belum banyak yang bisa ia lakukan untuk membantu menangani masalah petani.
Tak mau berpangku tangan, Rini pun mencoba melakukan berbagai cara guna meringankan kekecewaan para petani. Salah satunya membeli dengan harga pasar.
Namun cara ini belumlah terlalu efektif. Selain ketahanan tomat yang tidak terlalu lama, pembelian tomat dalam jumlah besar juga tidak akan habis untuk dikonsumsi satu keluarga.
Rini pun mencari cara untuk membuat menu olahan lainnya yang terbuat dari tomat.
Tidak hanya digunakan sebagai pelengkap masakan, perempuan kelahiran Garut ini juga terpikir untuk membuat tomat buah kering.
Saat itu, penjualan tomat buah kering ini pun cukup laris di pasaran. Apalagi ketika mendekati bulan Ramadhan yang penjualannya bisa naik hingga lima kali lipat.
Seiring berjalannya waktu, permintaan terhadap tomat buah kering mulai meningkat.
Rini pun mulai menemukan titik buntu lantaran proses produksinya masih mengandalkan cara-cara tradisional.