TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah dalam merilis aturan tarif maskapai penerbangan berjadwal dalam negeri kelas ekonomi, dinilai merupakan langkah yang tepat yang dapat membantu kestabilan industri maskapai penerbangan.
Praktisi Hukum Udara dari Dentons HPRP, Andre Rahadian, mengatakan bahwa jika dalam aturan terdahulu komponen yang menentukan batas tarif semua dijadikan satu, hingga tidak bisa dipilah faktor mana yang menjadi penyebab tingginya harga tiket penerbangan.
“Aturan baru ini menyederhanakan komponen penentu harga, hingga kini komponen harga dibagi dua kelompok. Tarif dasar dan surcharge (tuslah/biaya tambahan). Dengan adanya komponen hanya tarif dasar ini maka harga tiket dapat turun, dan hanya pada kondisi tertentu, seperti saat harga Avtur naik atau musim liburan (high season), harga bisa naik dengan pengenaan tuslah tersebut, tapi tetap dengan persetujuan Menteri,” jelas Andre Rahadian.
Baca: Sakit Hati, Seorang Pria Ditahan Akibat Sebar Video Asusila Mantan Pacar
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menerbitkan dua aturan terbaru terkait tarif tiket pesawat.
Kedua aturan tersebut yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 2019. Lewat kedua aturan tersebut, tarif batas bawah tiket pesawat menjadi 35% dari tarif batas atas. Aturan ini berlaku 1 April 2019.
“Aturan baru ini dapat mengakomodir aspek keberlangsungan industri maskapai penerbangan dan juga aspek kemampuan daya beli masyarakat,” kata Andre Rahadian, yang juga Ketua Masyarakat Hukum Udara.
Baca: Umuh Muchtar Beri Kode soal Pemain Asing Asia Persib Bandung, Bukan Seperti Kabar yang Berkembang
Menurutnya, pengelompokan semua komponen menjadi satu tarif membuat harga sulit diturunkan karena di dalamnya termasuk komponen-komponen operasional yang sudah fixed.
Sedangkan harga tiket murah agak sulit untuk menjamin keberlangsungan maskapai. Dulu maskapai bisa memberikan harga murah dan tidak wajar karena menggunakan strategi promosi untuk menarik pasar, tapi hal tersebut tidak sustainable karena real cost operasional maskapai tinggi.
“Jika ada komponen yang susah diturunkan lebih jauh, ada komponen surcharge yang dapat berlaku di waktu tertentu dan dengan persetujuan Menteri. Sehingga pemerintah saat ini mempunyai peran dan kontrol dalam mekanisme pembentukan harga,” papar Andre.
Peraturan ini, lanjutnya, juga efektif untuk diterapkan oleh maskapai untuk menurunkan harga tiket, karena lebih dekat kepada biaya aktual (real cost) dibanding dengan harga promosi yang hanya dilakukan semata meraih pasar.
“Saya yakin aturan ini akan berdampak positif terhadap kelangsungan industri penerbangan dan masyarakat tidak lagi terbuai dengan harga tiket promosi. Pemerintah juga punya peran dalam penetapan harga, dan daya beli masyarakat juga terakomodir.