TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2018, PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) berhasil membukukan laba bersih Rp 19,8 miliar, atau melampaui target yang ditetapkan perseroan yaitu Rp 12,9 miliar.
“Hingga akhir 2018, Bank Dinar memiliki rasio CAGR 28,10 persen, meningkat dibanding tahun 2017. CAGR kami di atas ketentuan minimal regulator,” ujar Direktur Utama Bank Dinar Hendra Lie, dalam keterangan tertulis.
Besaran ekuitas sesuai neraca akhir 2018 sebesar Rp 474,06 miliar melonjak Rp 15,97 miliar, atau sebesar 3,49 persen dibandingkan posisi akhir 2017 sebesar Rp 458,09 miliar yang didorong peningkatan perolehan laba 2018.
Sejalan dengan konsolidasi dan lebih mengedepankan langkah kehati-hatian dalam pengambilan keputusan, perseroan mencatatkan rasio kredit terhadap DPK (LDR) per akhir 2018 sebesar 69,28 persen dibandingkan akhir 2017 sebesar 69,57 persen. Sementara, NPL netto 2018 sebesar 1,94 persen sedangkan tahun 2017 sebesar 2,35 persen.
Rasio profitabilitas yang diukur menggunakan ROA dan ROE masing-masing sebesar 0,81 persen dan 4,65 persen pada 2018. Kondisi ini meningkat dibanding 2017 dengan ROA (0,57 persen) dan ROE (2,42 persen).
Merger
Sementara itu, proses merger Bank Dinar dan Bank Oke telah berlangsung sejak 2018. Restu untuk rencana penggabungan oleh Apro Financial Co, Ltd (APRO) telah diterbitkan oleh OJK bidang pengawas pasar modal pada 8 Maret 2019.
APRO sebagai pemegang saham pengendali memiliki 99,99 persen saham Bank Oke dan mengambil alih 77,38 persen saham Bank Dinar dengan nilai Rp 691 miliar. APRO merupakan institusi keuangan besar dari Korea Selatan.
“Terkait merger, perseroan masih menunggu proses perizinan dari OJK yang sedang melakukan prosedur fit and proper test pada calon direksi dan dewan komisaris bank hasil penggabungan,” kata Hendra.
Hendra menambahkan Bank Dinar Indonesia berencana memperluas jaringan dan infrastruktur teknologi perbankan serta memperkuat penyaluran kredit ke segmen Small Medium Enterprise (SME) melalui penambahan lima kantor cabang tiap tahunnya.