News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Faisal Basri Klaim Tender PLN-TPPI Justru Untungkan Negara

Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Dirut PLN Nur Pamudji

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi tender pengadaan BBM solar oleh PT PLN (Persero) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang menjerat Mantan Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji dikritisi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai dakwaan bahwa tender tersebut merugikan negara tidak tepat.

Menurutnya, negara yang dalam hal ini diwakili PLN, justru telah diuntungkan dengan sudah adanya realisasi penghematan dari hasil tender senilai Rp524,1 miliar, atau sekitar 33,4 persen dari total target sebesar Rp1,57 triliun.

"Keuntungan negara berlipat, perusahaan (PLN) yang waktu itu 70 persen sekarang 90 persen (sahamnya) dimiliki negara, beroperasi secara bertahap. Dia dapat pendapatan, tadinya tidak, artinya ada kapasitas yang tidak terpakai jadi terpakai," kata Faisal Basri dalam acara diskusi di Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Baca: LMAN dan PT PLN Tandatangani Perjanjian Kerjasama Operasional Pemanfaatan Aset Eks Kilang LNG Arun

"Negara untung, Kementerian Keuangan bahagia karena ini aset di bawah Kemenkeu dan pejabatnya jadi pengawas di sana," ujarnya.

Dijelaskan lebih lanjut, dalam kasus tersebut diminta Kementerian Keuangan untuk menunjuk langsung TPPI dan dijanjikan akan bisa membeli BBM dari TPPI dengan harga yang lebih murah dibanding Pertamina.

Namun, PLN menolak dan akhirnya hanya menyetujui pemberian hak khusus kepada produsen dalam negeri (TPPI dan Pertamina) berupa right to match (RTM) dalam tender.

Artinya, hak untuk menyamakan harga dengan penawaran terendah yang diajukan oleh peserta tender yang kilangnya ada di luar negeri (BBM impor) dan keluar sebagai pemenang.

"Jadi, right to match itu bukan gara-gara TPPI wanprestasi, terus dikasih saudara tirinya. Tapi kan, dikembalikan ke yang termurah. Jadi, right to match-nya ini bagus sekali dan sama sekali tidak ada (kerugian negara)," jelasnya.

Selain itu, Faisal mengkritisi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal tuduhan merugikan negara ke Nur Pamudji. Menurut Faisal, lembaga tersebut terlalu banyak diisi oleh politisi.

"Yang ngitung-ngiting kerugian negara ini politisi. BPK itu empat dari lima (pemimpinnya), semua politisi, jadi repot ini. Maka, UU BPK harus dibereskan. Masa DPR milih anggota BPK," kata Faisal.

"Semua itu Presiden yang mengajukan, kemudian di-fit and proper dikonfirmasi oleh DPR. Kalau DPR tidak sepakat, maka dikembalikan ke Presiden mengajukan lagi, bukan DPR yang mengajukan," tandasnya.

Sebagai informasi, kasus korupsi yang menjerat mantan Dirut PLN Nur Pamudji berkaitan dengan tender pengadaan BBM-solar (high speed diesel) oleh PLN yang dimenangkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (Tuban Petro) pada 2010.

BPK menilai, kasus PLN-TPPI telah merugikan negara senilai Rp188,7 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (audit investigasi) BPK pada 2018 atas permintaan polisi.

Nilai kerugian terdiri dari Rp 118,9 miliar akibat tidak bisa dipenuhinya pasokan HSD oleh TPPI selama sisa waktu kontrak, plus Rp 69,8 miliar berupa denda keterlambatan dan kekurangan HSD yang dipasok.

Pada 23 September 2019 lalu, perkara ini mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini