TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat ME Manurung menyampaikan tiga poin utama dalam Rapat Koordinasi Terbatas APKASINDO yang dihadiri Ketua Dewan Pembina APKASINDO, Jend TNI (Purn) Moeldoko, Kamis pekan lalu.
Hadir dalam rapat tersebut, dewan pembina dan dewan pakar lainnya seperti Bayu Krisnamurthi, Sahat Sinaga, MayJen TNI (Purn) Erro Kusnara, SIP, Dr Sadino, Samuel Hutasoit, Victor Yonathan, dan Nando Tambunan.
Adapun dari jajaran pengurus APKASINDO yang hadir di antaranya Rino Afrino (Sekjen), Kasriwandi (DPW Jambi), Jafar (DPW Bengkulu), Suhendrik (DPW Kalimantan Utara), dan Siswanto (DPW Sulawesi Tengah).
Adapun tiga poin yang disampaikan dalam pertemuan tersebut, antara lain berkaitan kebun sawit rakyat di kawasan hutan, Perpres ISPO, dan dana pungutan/BPDP-Kelapa Sawit.
Poin pertama, Gulat menilai program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan berbagai hambatan dan kendala masih jauh dari target yang sudah dicanangkan.
Hingga tahun ini, program sarana prasarana masih nol persen, tidak ada realisasinya seperti penyediaan, pupuk, infrastruktur jalan kebun petani dan pabrik sawit mini.
Termasuk, pelatihan SDM petani yang dihentikan mulai 2 tahun yang lalu. Akibatnya, pengetahuan teknis agronomi dan budidaya tidak ter-update secara baik.
Hal lain, kata Gulat, pihaknya berharap dana pungutan sawit untuk lebih fokus berkontribusi mendukung produktivitas, SDM Petani dan kesejahteraan petani.
Sebab, kata dia, regulasi yang menjadi dasar lahirnya dana pungutan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) berorientasi terhadap kepentingan petani sawit.
Setelah BPDPKS berdiri 2015, praktis di APBD dan APBN yang terkait dengan sawit sudah tidak dianggarkan lagi karena anggapan anggaran sawit sudah dikelola BPDP-KS.
"Setiap rupiah yang diambil untuk dana pungutan, sejatinya berasal dari duit petani juga. Itu sebabnya, kebijakan dana pungutan yang lahir di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat baik dan bertujuan membenahi kebun sawit rakyat," kata Gulat ME Manurung, dalam keterangan yang diterima, Senin (7/10/2019).
Poin kedua, kata Gulat, berkaitan kebun rakyat di kawasan hutan.
Sejatinya, kata dia, pemerintah sudah mengeluarkan banyak aturan seperti Perpres 88 Tahun 2017 tentang Tatacara penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permenko No.3 Tahun 2018 tentang Pedoman pelaksanaan tugas Tim dan Verifikasi Penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permen LHK Tentang TORA dan yang terakhir Inpres No.8 Tahun 2018.
Tetapi dari seluruh aturan tersebut, dikatakan Gulat, tidak memberikan prioritas bagi kebun sawit rakyat.
Sebagai contoh, petani sawit tidak mungkin ikut skema perhutanan sosial. Kalaupun dimasukkan dalam perhutanan sosial, petani diwajibkan membuat tumpang sari sawit dengan tanaman hutan lainnya.
"Penyelesaian tata ruang kebun di kawasan hutan perlu dilihat secara hati-hati, agar petani tidak mengalami kerugian dan semakin menderita berujung bangkrut. Apalagi saat membeli lahan, mereka tidak paham areal tersebut masuk kawasan hutan atau tidak," ungkapnya.
Adapun poin ketiga, kata dia, petani sangat mendukung Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang berbasiskan peraturan di Indonesia. Tetapi, pada Draft Perpres ISPO mestinya petani tidak diwajibkan mengikuti ISPO sebelum dilakukan pra kondisi. Dalam hal ini, petani dibantu selesaikan persoalan dan masalah lahannya dulu terutama aspek legalitas dan status lahan.
"Kami tidak tolak draf Perpres ISPO. Yang menjadi perhatian kami petani adalah draf Perpres ISPO direvisi khususnya kewajiban ISPO petani, sampai dicarikan solusi teman-teman Petani yang masih terjebak dalam kawasan hutan" jelas Gulat yang juga Auditor ISPO.
Menanggapi masukan dan saran petani, Moeldoko, berjanji segera berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan. Di antaranya: KLHK, Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian untuk mengurai dan memecahkan berbagai persoalan di atas dengan mengedepankan kepentingan dan keberlanjutan Petani sawit Indonesia.
Moeldoko mengatakan bahwa sawit saat ini sangat mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, untuk itu hasil rapat terbatas ini akan disampaikan kepada Kementerian Pertanian dan kementerian terkait saat rapat dengan Presiden, termasuk masalah draf Perpres ISPO, harus mengedepankan kepentingan petani dan justru jangan menyusahkan petani sawit.
"Ini akan menjadi perhatian serius pemerintah, peran BPDPKS ini sangat strategis, harus dibenahi," ujar Moeldoko yang menjabat pula sebagai Ketua Umum HKTI.
"Dan saya berharap Apkasindo sebagai organisasi yang cukup besar, yang tersebar di 117 Kabupaten Kota dan 22 Provinsi tak lelah terus memperjuangkan hak dan kepentingan petani sawit Indonesia,” tegas Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan RI.