TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Grab Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) menunjuk Hotman Paris Hutapea sebagai pengacara mereka dalam perkara dugaan pelanggaran persaingan usaha.
"Hotman Paris jadi pengacara Grab dan TPI," kata Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) Guntur Syahputra Saragih ditemui di kantornya, Senin (7/10/2019).
Rencananya Selasa (8/10/2019) ini, persidang kasus dugaan pelanggaran persaingan usaha itu akan berlangsung di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Guntur menyebutkan, persidangan tersebut merupakan tahap pemeriksaan pendahuluan (PP) yang ketiga kalinya digelar.
Pokok sidang akan membahas tanggapan terlapor terkait adanya dugaan terkait dengan perlakuan diskriminatif Grab yang mengistimewakan mitra pengemudi dari TPI dibandingkan mitra individual.
Baca: KPPU Siap Gelar Sidang Praktik Bisnis Tak Sehat, Grab Terancam Denda Rp 25 Miliar
Praktik diskriminasi adalah tindakan atau perlakuan dalam berbagai bentuk yang berbeda yang dilakukan oleh satu pelaku usaha terhadap pelaku usaha tertentu.
"Dalam sidang di KPPU (sebelumnya), terlapor belum bisa menanggapi makanya ada tanggapan ketiga," ujarnya.
Menurut dia, penunjukkan Hotman Paris sebagai kuasa hukum oleh manajemen Grab dan TPI, secara tidak langsung memperkuat tuduhan yang disematkan kepada kedua perusahaan selama ini sebagaimana pasal yang disangkan.
Yakni yakni Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal dan Pasal 19 huruf (d) terkait perlakuan diskriminatif dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Dua terlapor satu pengacaranya makin menguatkan sebenarnya kalau kita berlogika. Dua perusahaan yang dituduh melakukan itu ditunjuk pengacaranya yang sama," bebernya.
Dalam perkara ini, Grab Indonesia sebagai terlapor I dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (PT TPI) sebagai terlapor II, yang merupakan mitra Grab sendiri.
Keduanya diduga melakukan persekongkolan usaha yang merugikan driver (pengemudi) mandiri Grab roda empat (Grab car). Majelis Komisi nantinya yang memutuskan apakah bersalah atau tidak bersalah berikut dengan besaran denda. Jika dinyatakan bersalah akan didenda maksimal Rp 25 miliar.