TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membantah adanya modus korupsi melalui bank- bank BUMN.
Adapun tuduhan tersebut dilayangkan oleh ekonom senior Faisal Basri pada pekan lalu. Dia menyebut modus yang bisa dijalankan BUMN adalah dengan memberikan utang kepada proyek gagal.
Proyek yang gagal itu tetap harus membayar cicilan dan bunga sesuai prosedur meski proyek tidak menghasilkan.
Baca: Cara Mendapatkan Antrean Paspor Online, Bisa Lewat Aplikasi dan Juga Website
Baca: Film Joker Raup Penjualan Tiket Rp 3,26 Triliun di Pekan Pertama
Baca: Coran Beton Proyek Tol Desari Roboh, Lima Pekerja Terluka
"Saya no comment saja. Kalau mau kita sampaikan, tidak ada itikad jelek untuk berikan proyek pendanaan. Semua itikad kita bagus untuk bangun bangsa," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Gatot mengatakan, jika proyek yang didanai perbankan tidak jalan seperti semestinya, itu merupakan hal berbeda yang tidak ada kaitannya dengan modus korupsi. Dia bilang, bank BUMN telah menerapkan asal Good Corporate Governance.
"Niat dari awal sebagai perusahaan Terbuka (Tbk) dan milik negara itu kita tidak akan bisa semana-mena berani lakukan hal seperti itu. Tapi kalau soal gagal, itukan dua hal berbeda. Jadi enggak usah ditanggepin," jelas dia.
Janji Diselesaikan
Namun demikian, jika ke depannya ditemukan sesuatu yang tidak beres, dia menegaskan Kementerian BUMN bakal menyelesaikan masalah tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Ekonom Institute for Development of Economics Finance (Indef) Faisal Basri membeberkan adanya peluang modus korupsi lewat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan memberikan utang kepada proyek gagal.
Lalu ada modus lain dengan cara utang proyek satu yang macet, lalu mengajukan utang atas nama proyek lain untuk membiayai proyek pertama yang macet.
Modus lainnya lagi adalah utang dari BUMN untuk membangun gedung perkantoran milik seorang menteri. Namun, Faisal enggan untuk menyebutkan namanya.
Menurut dia, gedung tersebut tidak laku dan BUMN lain diminta untuk merenovasi dan menyewa selama lima tahun ke depan.
Selanjutnya, ada modus lain dengan usaha supaya tidak perlu izin komisaris dan tak mencapai batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Ini dilakukan dengan memecah-mecah kredit dalam jumlah kecil dengan berbagai nama.
"Misalnya dengan menggunakan nama pembantu, lalu nama sopir. Pokoknya bukan nama dia," ucap Faisal.
Terakhir, adalah dengan upaya menyelamatkan bank swasta yang sakit berat. BUMN diminta untuk menyelamatkan bank swasta tersebut dengan berbagai cara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kementerian BUMN Bantah Ada Indikasi Korupsi di Bank Pelat Merah"