TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Tim Ekonomi pemerintahan Indonesia Maju yang baru dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu 23 Oktober 2019, dinilai bakal memperlambat roda pembangunan bangsa.
Semangat penempatan ‘the right man on the right place’ tidak terwujud pada kabinet baru tersebut.
“Saya kira, Presiden tersandera karena ternyata semangat ‘the right man on the right place’ tidak terwujud dalam Kabinet Indonesia Maju,” ujar Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati dalam Diskusi Media, di Kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2019).
Penempatan anggota kabinet baru, kata Enny, tidak seluruhnya mencerminkan upaya Presiden dalam memberikan ruang yang tepat dan proporsional bagi para pembantunya untuk bekerja sesuai kapasitas masing-masing.
Bahkan, penempatan seorang menteri lebih menguat pada nuansa politis.
Evaluasi Kapasitas
Enny menuturkan, terdapat beberapa anggota kabinet yang perlu dievaluasi kapasitasnya.
Diantaranya adalah pertama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang sebelumnya tidak pernah terdengar dan terbaca track record-nya dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Pemilihan Gusti Ayu lebih kental nuansa politis sebab dia merupakan istri mantan menteri era Jokowi-I.
Baca: Rupiah dan IHSG Keok, Ekonom: Pasar Kecewa terhadap Menko Perekonomian yang Baru
Kedua, penunjukan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kurang tepat, sebab sektor pendidikan merupakan roh dari pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Ketiga, penunjukan Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dinilai kurang memaksimalkan potensi dan kapasitasnya.
“Menurut kami, akan sangat tepat jika Nadiem Makarim sebagai Menteri UKM sebab akan mendorong percepatan pertumbuhan start up di Indonesia dengan pendekatan teknologi. Sementara pemikiran kami, Wishnutama akan menjadi sangat efektif dan optimal berkarya jika ditunjukan menjadi Menkominfo. Jadi itu yang kami sebut, the right man on the right place,” ungkap Enny.
Keempat, publik sebelumnya tidak pernah mendengar nama Agus Suparmanto dalam sektor perdagangan. Namun kini, nama itu tiba-tiba muncul. Kelima, penunjukan dr. Terawan sebagai Menteri Kesehatan juga masih menyisakan polemik dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Bukankah seharusnya Presiden menengahi berbagai perbedaan yang ada, misalnya antara IDI dan dr. Terawan? Sehingga organisasi yang sudah establish seperti IDI tetap menjadi mitra pemerintah yang bertugas membangun bangsa,” katanya.
Keenam, lanjut dia, sektor ekonomi yang menjadi salah satu tulang punggung pembangunan bangsa, sangat memerlukan sinergi antar kementerian/lembaga (K/L).
Diantaranya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang bertanggungjawab atas tercapai nilai investasi di Indonesia sesuai target. Karena itu, kapasitas, wawasan dan kecakapan diplomasi Kepala BKPM harus mumpuni pada tingkat global.
“Kepala BKPM, harus mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris sehingga bisa meyakinkan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, Singkatnya, jangan sampai upaya keras Kepala BKPM sebelum-sebelumnya menjalin relasi dan kerjasama dengan dunia internasional buyar hanya karena Kepala BKPM yang baru tidak mampu berbahasa Inggris secara baik,” papar Enny.
Berikan Waktu Bekerja
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Muhadjir Darwin menilai, pemilihan dan penunjukan para menteri cukup seimbang secara politik dan profesional.
Kabinet, kata dia, diorientasikan untuk menjawab tantangan masa depan secara tepat.
“Misalnya, Menkeu tetap berada di tangan orang yang tepat. Tito selain terbukti mempunyai manajemen yang bagus, decisive dalam menghadapi krisis, juga menjadi pilihan netral di luar PDI-Perjuangan, sehingga aman dari respon negatif partai pemenang pemilu tersebut,” jelas dia.
Sementara itu mendudukkan militer pada posisi Menteri Agama juga tepat. NU pasti lebih menerima itu, meskipun sedikit kecewa tetapi paling kurang lebih bisa diterima.
Dibanding jika menteri diberikan kepada organisasi Islam lain, seperti Muhammadiyah.
Yang paling utama, tambah Prof Muhadjir, masuknya Prabowo dalam kabinet akan membungkam suara kelompok radikal, termasuk Amin Rais, yang ketika pilpres sangat vokal menghantam Jokowi.
Jika orang yang mereka jagokan sudah merapat dan menyatu di kabinet Jokowi, mereka mau bersuara apa?
Dan penempatan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dinilai sangat positif.
“Kita tunggu gebrakan-gebrakannya untuk membuat sistem pendidikan Indonesia berorientasi kedepan dan responsif terhadap perkembangan kemajuan teknologi informasi dan fenomena desruption yang kini tengah melanda dunia,” tegas Prof Muhadjir.