TRIBUNNWS.COM, JAKARTA - Sejak tahun 2015 hingga saat ini harga saham Central Proteina Prima Tbk (CPRO), stagnan di angka Rp50/saham.
Padahal, saham ini pertama kali diperdagangkan ke publik pada tahun 1990 sebesar Rp4.000.
Direktur Keuangan CPRO, Saleh mengatakan, stagnasi harga saham perusahaan memproduksi makanan olahan ikan dan udang dan pakan hewan peliharaan salah satunya kegagalan perseroan untuk membayar obligasi yang menyebabkan kerugian secara akuntansi.
Baca: Pemegang Obligasi Sepakat Percepatan Pelunasan Obligasi APLN
Baca: Menko Darmin Cerita Awal Mula Mengenal Pasar Modal dari Kampung Halaman
Baca: Semester I 2019, Multi Bintang Raih Pendapatan Rp 1,55 Triliun
"Tapi kami berhasil membukukan laba yang luar biasa pada 2018. Jadi, jangan hanya dilihat dari harga saham," ujar Saleh saat ditemui selepas Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Bursa Efek Indonesia, Jumat (13/12/2019).
CPRO tercatat telah melakukan restrukturisasi obligasi sebanyak tiga kali.
Yang pertama pada 2009, ketika sejumlah tambak udang CPRO diserang virus IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) dan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Restrukturisasi kedua terjadi pada 2017, saat terjadi pola budidaya inti plasma menjadi pola budidaya mandiri di Lampung.
Baca: Saham IPO Sering Auto Reject Dianggap Liar, Begini Kata BEI
Baca: BEI Optimistis Relaksasi Pajak Ala Sri Mulyani Bisa Gairahkan Pasar Modal
Baca: Beda dari Taspen dan BPJS, BEI Tidak Tahu Kemana Dana Asabri Ditempatkan
Restrukturisasi ketiga, lanjut Saleh, terjadi pada 2019 dengan tujuan untuk perpanjangan waktu jatuh tempo obligasi guna menyesuaikan kondisi finansial sehingga CPRO dapat tumbuh dan berkembang sesuai harapan.
"Diharapkan, CPRO akan memiliki kemampuan finansial yang lebih baik untuk mendukung upaya peningkatan kinerjanya," tukasnya.