Laporan Wartawan, Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menilai eskalasi ketegangan yang terus meningkat antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran tentunya akan berdampak pada naiknya harga minyak dunia.
Khususnya harga minyak mentah jenis Brent yang bisa meroket mencapai angka USD 80 per barel.
"Jika eskalasi konflik AS-Iran meningkat dan Timur Tengah makin bergejolak, dampaknya bisa membuat harga minyak mentah jenis Brent di atas 76-80 USD per barel," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Kamis (9/1/2020).
Menurutnya, ini tentu saja kemudian akan langsung berdampak pada melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM).
Karena Brent dikategorikan sebagai minyak mentah ringan untuk membuat bensin.
Baca: Serangan Iran Picu Kenaikan Harga Minyak dan Emas
Begitu pula untuk barang non subsidi, "Dampak langsung akan membuat beban subsidi BBM dan listrik melonjak tajam. Untuk barang non subsidi, beberapa bulan ke depan akan dilakukan penyesuaian harga,".
Menurutnya, inflasi yang lebih tinggi namun tidak disertai kenaikan pendapatan masyarakat yang signifikan, secara otomatis akan menggerus daya beli masyarakat.
"Ketika 56 % komponen terbesar ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, dan daya beli merosot maka pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 4,8 % pada 2020," kata Bhima.
Perlu diketahui, eskalasi ketegangan antara AS-Iran meningkat pasca AS melakukan serangan drone ke wilayah Irak, tepatnya di luar Bandara Internasional Baghdad, menewaskan Jenderal pasukan elite 'Quds' Iran Qassem Soleimani pada Jumat lalu.
Peristiwa ini pun membuat Iran berduka dan marah, negara ini bersumpah akan melakukan balas dendam ke AS.
Kemudian pada Rabu dini hari waktu Iran, Iran pun akhirnya meluncurkan rudal balistiknya yang menargetkan dua pangkalas AS di Irak sebagai tanda ancaman kepada AS.
Diserang, Presiden AS Donald Trump akhirnya menyerukan bahwa AS pun akan melakukan serangan balasan terhadap negara Timur Tengah tersebut.