TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi, mengapresiasi kinerja Pertamina, antara lain melalui Pertamina EP, yang pada tahun 2019 lalu, berhasil melampaui target lifting minyak.
“Saya mengapresiasi hasil pencapaian Pertamina yang berhasil melampaui target (lifting) tahun lalu. Untuk itu, tahun 2020 ini saya harap Pertamina bisa lebih agresif dan berani mengambil resiko (taking risk) untuk melakukan eksplorasi di wilayah-wilayah lapangan baru,” kata Kholid ketika dimintai komentarnya di Jakarta hari ini.
Kholid menambahkan, pencapaian itu tak bisa lepas dari penerapan teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang digunakan oleh perusahaan gas negara ini. Namun, penggunaan teknologi tinggi, akan berdampak tingginya cost produksi Pertamina.
Baca: Masyarakat Beralih ke Jalan Tol, Pertamina: Penjualan Avtur Turun
Baca: Pertamina Salurkan Bantuan Banjir & Longsor di Bogor
Selain itu faktor alih tugas sejumlah lapangan atau blok migas, jadi pemicu keberhasilan Pertamina di tahun lalu.
“Faktor alih tugas ini menambah jumlah produksi Migas, salah satunya Blok Cepu yang memberikan konstribusi cukup besar bagi Pertamina. Tak hanya Pertamina, produksi Blok Cepu ini juga memberikan konstribusi bagi produksi migas Nasional,” terang Kholid.
Menurut Kholid, ada dua indikator yang merujuk pada keberhasilan capaian Pertamina, yakni indikator realistis dan idealis. Jika didasarkan pada indikator realistis, apa yang sudah diperoleh Pertamina sudah sesuai target sesuai rencana kerja (RKAP).
“Kalau dari sisi idealis, mestinya porsi penguasaan produksi Pertamina bisa lebih dari separuh dari produksi dan cadangan minyak nasional. Selama ini Pertamina baru mencapai 26%,” beber Kholid.
Menjelang akhir 2019, lifting minyak Pertamina melalui Pertamina EP memang sangat menggembirakan, yaitu mencapai 29.939.653 BBL dan Gas 272.954 MMSCF. Khusus untuk Pertamina EP Asset 3, berhasil memproduksi 13,092 BOPD atau setara dengan 100,6% target WP&B. Adapun produksi gas mencapai 262 MMSCFD.
Dalam kaitan itulah Kholid yakin pada 2020 Pertamina bisa lebih meningkatkan lifting. Tetapi untuk mencapai itu, Pertamina memang harus lebih untuk melakukan eksplorasi di wilayah-wilayah lapangan baru.
“Selain itu, dari aspek pemerintah sebagai pemegang saham terbesar, jangan ambivalen dalam memperkakukan Pertamina. Di satu sisi disuruh bersaing, disisi lain Pertamina dipaksa mencari laba,” sambung Kholid.
Tak hanya itu, Kholid juga menyoroti pembayaran PSO yang sering terlambat, jadi penyebab piutang Pertamina ke pemerintah cukup tinggi sekitar Rp 80 triliun. “Padahal uang itu bisa dipakai untuk ekspansi bisnis,” tutup Kholid. (*)