TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah memutuskan kerjasama dengan WWF Indonesia.
Keputusan itu diambil Kementerian LHK karena menilai adanya ketidaksesuaian antara hasil kerja WWF dengan target yang ingin dicapai pemerintah saat ini.
Sebelumnya, Kementerian LHK dan WWF Indonesia melakukan kerjasama berdasarkan perjanjian kerjasama No. 188/DJ-VI/BINPROG/1998 tertanggal 13 Maret 1998 Jo MoU No CR/026/III/1998. Kerjasama ini telah berlangsung selama kurang lebih dua dekade.
Menurut Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK Wiratno, permasalah kehutanan, baik itu terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla), restorasi konservasi dan keragaman hayati (kehati) perlu penyelesaian yang jelas dan terukur di lapangan. Apalagi terkait karhutla yang menjadi masalah yang serius dan pelik.
“Masalah ini, tidak cukup diselesaikan dengan sekedar pencitraan, mengundang artis atau public figure saja," kata Wiratno di Jakarta, Selasa (28/1).
Menurut Wiratno, salah satu ketidaksesuaian target itu terkait kegagalan WWF Indonesia dan PT ABT menangani karhutla di konsesinya pada Agustus 2019. Konsesi ini merupakan areal konsesi restorasi ekosistem yang di antaranya berperan sebagai zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi seluas 400.000 hektare.
Taman nasional ini merupakan salah satu habitat tersisa harimau dan gajah sumatra yang terancam punah.
"Karhutla di lahan konsesi PT ABT dan WWF Indonesia menjadi perhatian Kementerian LHK karena merupakan pengulangan kejadian yang sama pada 2015. Selain itu konsesi WWF tersebut merupakan satu-satunya konsesi restorasi ekosistem yang disegel oleh Kementerian LHK akibat karhutla,” kata Wiratno.
Menurut Wiratno, pemutusan kemitraan itu itu, tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 tentang Akhir Kerja Sama Antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dengan Yayasan WWF Indonesia
Dari surat keputusan yang ditetapkan Menteri LHK Siti Nurbaya pada 10 Januari 2020 tersebut, ada tiga poin kerja sama yang dinyatakan berakhir.
Dalam putusan itu disebutkan, pertama, perjanjian kerja sama antara Kementerian LHK c.q Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan Yayasan WWF Indonesia Nomor 188/DJ-VI/Binprog/1998 dan Nomor CR/026/III/1998 tanggal 13 Maret 1997 dan semua pelaksanaan kerja sama tersebut.
Kedua, semua perjanjian kerja sama antara Kementerian LHK yang melibatkan Yayasan WWF Indonesia. Ketiga, semua kegiatan Yayasan WWF Indonesia bersama pemerintah dan pemerintah daerah yang dalam ruang lingkup bidang tugas, urusan, dan kewenangan Kementerian LHK.
Pada butir kedua di dalam surat tersebut dinyatakan keputusan yang diambil didasarkan pada hasil evaluasi Kementerian LHK. Hasil evaluasi menyatakan, pertama, pelaksanaan kerja sama bidang konservasi dan kehutanan dengan dasar perjanjian kerja sama telah diperluas ruang lingkupnya oleh Yayasan WWF Indonesia.
Kedua, kegiatan Yayasan WWF Indonesia dalam bidang perubahan iklim, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, serta pengelolaan sampah di lapangan, tidak memiliki dasar hukum kerja sama yang sah.
Ketiga, Kementerian LHK menemukan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dan pelanggaran kerja lapangan serta melakukan klaim sepihak yang tidak sesuai fakta yang terjadi di lapangan pada tingkat yang sangat serius oleh Yayasan WWF Indonesia.
Keempat, adanya pelanggaran terhadap substansi perjanjian kerja sama, di antaranya melalui serangkaian kampanye media sosial dan publikasi laporan yang tidak sesuai fakta yang dilakukan oleh manajemen Yayasan WWF Indonesia.
Menurut Wiratno, surat ini telah disampaikan kepada Yayasan WWF Indonesia secara tertulis. Adapun kerja sama antara Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dengan WWF Indonesia dinyatakan berakhir dan tidak berlaku sejak 5 Oktober 2019.
Sementara itu, kegiatan Yayasan WWF Indonesia yang masih berlangsung secara teknis dalam hal fisik dan administrasi pada lingkup KLHK diselesaikan paling lambat 31 Desember 2019.
Kementerian LHK menempuh sejumlah langkah terhadap kegiatan Yayasan WWF Indonesia sebagai mitra, aliansi, atau kontraktor dalam proyek-proyek kerja sama pemerintah (bilateral negara sahabat), seperti kerja sama dengan Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, Australia, Jerman, Belanda, Perancis, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan negara lainnya, maupun kerja sama multilateral.
Langkah pertama, semua unit kerja Kementerian LHK harus melaporkan kegiatan kerja sama teknis luar negeri tersebut dan mengakhirinya. Apabila kegiatan Yayasan WWF Indonesia sebagai mitra/aliansi/kontraktor dari pemerintah/ kedutaan besar/lembaga donor pemerintah secara tidak utuh atau parsial, maka segala kegiatan Yayasan WWF Indonesia menjadi tanggung jawab kedutaan besar/lembaga donor pemerintah.
Baca: WWF Indonesia dan Mitra Gopay Lainnya sudah Adopsi QRIS dari BI
Baca: Sepanjang 2019, BNPB Ungkap Total Kerugian Kebakaran Hutan Capai Rp 75 Triliun
Dalam surat ini, Kementerian LHK akan melakukan evaluasi secara khusus terhadap aspek pembiayaan dan direncanakan untuk dapat dilakukan audit secara menyeluruh dan atau bertahap oleh BPKP dan/atau BPK RI berkenaan dengan subjek konservasi, wildlife (satwa/hidupan liar), landscape (bentang alam), perubahan iklim, karbon, restorasi ekosistem, dan pengelolaan sampah.
Seluruh unit kerja Kementerian LHK yang mempunyai kerja sama dan ada kegiatan Yayasan WWF Indonesia wajib melaporkan seluruh kegiatannya secara berjenjang kepada menteri sampai dengan April 2020.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Kementerian LHK mengakhiri kerjasama dengan WWF Indonesia karena tak sesuai target