News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Beredar Surat PHK Buruh AICE karena Mogok Kerja Tak Sah, Kuasa Hukum Buruh: Sudah Penuhi Persyaratan

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: bunga pradipta p
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beredar surat PHK buruh AICE. PT AFI sebut aksi mogok tidak sah. Kuasa hukum tegaskan telah penuhi semua persyaratan.

TRIBUNNEWS.COM - Beredar surat pemberitahuan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dikeluarkan oleh AICE Indonesia yang berada di bawah Manajemen PT Alpen Food Industry (AFI).

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa surat PHK ini diterbitkan sehubungan dengan aksi mogok kerja yang dilakukan buruh AICE pada 21 Februari 2020 hingga 28 Februari 2020 lalu.

Menurut pihak perusahaan, mogok kerja yang dilakukan buruh AICE bulan lalu tidak sah. 

Selain itu, buruh yang namanya tertera dalam surat PHK disebut telah dipanggil dua kali oleh perusahaan secara patut dan tertulis, sesuai Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenaker) Nomor: KEP. 232/MEN/2003.

Baca: Serikat Pekerja Persoalkan Sulitnya Buruh Aice Ambil Cuti Haid, Seorang Buruh Ungkap Kisahnya

Namun, buruh tidak memenuhi dua kali panggilan tersebut sehingga, sesuai Pasal 6 ayat (3) Kepmenaker Nomor 232 Tahun 2003, buruh yang bersangkutan dianggap mengundurkan diri dari PT AFI.

Surat PHK ini beredar dalam unggahan akun Twitter pribadi perwakilan kuasa hukum pekerja, Sarinah, pada Senin (2/3/2020) pagi.

Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, kuasa hukum sekaligus Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) itu menegaskan bahwa aksi mogok buruh AICE pada Februari 2020 lalu adalah sah.

"Mogoknya sah," tegas Sarinah pada Tribunnews.com, Senin (2/3/2020) siang.

"Semua persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 140 UU Nomor 13 Tahun 2003 sudah kami penuhi," tambahnya.

Baca: AICE Klaim Beri Tunjangan Rp 700 Ribu pada Karyawan, Juru Bicara Serikat Buruh: Kebohongan Besar

Selain itu, Sarinah menuturkan, aksi mogok buruh dilakukan karena tak ditemukannya kesepakatan dalam perundingan.

Menurut Sarinah, perundingan bipartit maupun tripartit, yang menggunakan mediasi, juga telah gagal.

Saat ini, Sarinah mengatakan, perusahaan berdalih karena adanya Anjuran yang kemudian mengharuskan pekerja menuntut di pengadilan.

Namun, anjuran tersebut dinilai cacat formil karena hanya melalui satu kali mediasi.

"Anjuran itu cacat formil karena dikeluarkan hanya berdasarkan satu kali undangan mediasi, padahal Pasal 13 ayat (4) Permenaker No. 17 Tahun 2014 mensyaratkan tiga kali undangan mediasi," terang Sarinah.

"Isi Anjuran itu semuanya posisi pengusaha dan tidak sesuai UU," tambahnya.

Sarina mencotohkan, berdasarkan PP Pengupahan, formula upah harus ada kompetensi atau kinerja, tapi hal itu tidak ada dalam sistem pengupahan PT AFI.

"Sistem pengupahan di perusahaan terlalu mengutamakan golongan atau jabatan, itulah mengapa atasan-atasannya sewenang-wenang terhadap buruh," kata Sarinah.

Sarinah menambahkan, pekerja di PT AFI juga menjadi lebih memilih berlomba mencari jabatan daripada meningkatkan produktivitas secara sukarela.

"Seharusnya kan produktivitas ditingkatkan secara persuasif dengan formula upah yang menghitung kompetensi atau kinerja."

"Misal dari absensi tahun lalu, tapi ini tidak," ujarnya.

"Leader dikasih bonus kalau bisa memaksa menaikkan target, tapi pekerja operator tidak dapat apa-apa," sambung Sarinah.

Baca: Draft Omnibus Law Dianggap Sengsarakan Nasib Buruh

Sarinah menuturkan, saat ini pihaknya tengah mengadukan mediator ke Kemnaker dan Ombudsman.

"Kami sedang mengadukan mediatornya ke Kemnaker dan Ombudsman, minta mediator diberikan sanksi pemecatan," ungkapnya.

Sarinah kemudian kembali menekankan bahwa PT AFI menjalankan anjuran tersebut secara sepihak.

Hal ini, menurutnya, membuktikan tidak adanya kesepakatan.

Baca: Jubir Serikat Buruh Ungkap Seorang Pekerja Perempuan di AICE Tak Dapat Cuti Haid hingga Operasi

"Pengusaha langsung menjalankan anjuran cacat tersebut secara sepihak, yang membuktikan bahwa memang sudah tidak ada kesepakatan.

Kami ada putusan-putusan pengadilan yang dapat menunjukkan bahwa kalau sudah tidak ada perundingan tripartit atau mediasi artinya perundingan gagal.

Putusan ini kami pakai sebagai yurisprudensi," kata Sarinah.

Sebelumnya, sekitar 600 buruh es krim AICE, PT Alpen Food Industry, melakukan pemogokan setelah gagalnya perundingan yang telah berlangsung sejak tahun lalu.

Selain persoalan upah, terdapat sejumlah persoalan lainnya yang meresahkan buruh seperti sulitnya mendapat cuti haid, izin sakit sakit sulit diurus, target yang tinggi, ibu hamil yang masih bekerja pada malam hari, masalah keguguran, penggunaan buruh kontrak, mutasi sepihak, dan sanksi yang tidak proporsional untuk buruh yang menjadi anggota serikat.

Penjelasan AICE Terkait Aksi Mogok Kerja

Dilansir dari Kontan.co.id, Manajemen Aice Indonesia, PT  Alpen Food Industry (AFI) telah buka suara soal aksi mogok kerja sekitar 600 buruh es krim Aice yang dilakukan sejak 21 Februari 2020.  

Legal Corporate Alpen Food Industry, Simon Audry Halomoan Siagian menyatakan AFI mengharapkan pihak dari Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia Alpen Food Industry (SGBBI AFI) dapat mengikuti anjuran yang diberikan oleh mediator.

"Perusahaan memiliki kebijakan dalam pemberian upah AFI telah mengikuti regulasi yang ada."

"Adapun setiap kebijakan yang ditempuh dalam menentukan kenaikan anggaran gaji mengacu dan sudah mengikuti kepada ketentuan pengupahan," jelasnya, Kamis (27/2).

Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian (tengah) bersama tim dari PT AFI (es krim Aice) ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) (KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

Simon menjelaskan soal mutasi, pemberian surat peringatan dan skorsing didasarkan atas kententuan yang berlaku.

Melansir arsip kronologi yang diterima Kontan.co.id dari Alpen Food Industry pada Kamis (27/2/2020) tertulis bahwa SGBBI AFI menyampaikan permintaan perundingan bipartit (pengajuan perundingan).

Surat tersebut meminta perusahaan untuk membahas sejumlah persoalan.

Yakni, struktur dan skala upah serta kenaikan upah tahun 2019 di PT AFI.

Lalu, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan soal perkara-perkara dalam hubungan kerja.

Adapun selama pelaksanaan pengajuan perundingan yang tertuang dalam setiap risalah akhir, tidak pernah dibahas agenda mengenai K3 dan perkara-perkara dalam hubungan kerja.

Agenda yang dibahas adalah struktur dan skala upah serta kenaikan upah tahun 2019 di PT AFI.

Pekerja Aice Indonesia - F-SEDAR persoalkan kesulitan buruh mengambil cuti haid. Seorang buruh ungkap kisahnya. (Dok. Pribadi)

Alpen Food Industry mengakui belum memiliki struktur umum dan skala upah pada saat bipartit pertama (tertanggal 8 Oktober 2019).

Namun sedang menyusun struktur umum dan skala upah untuk kepentingan pengurusan pembaruan peraturan PT AFI yang memang akan berakhir pada 12 Desember 2019.

SGBBI mengajukan tuntutan kenaikan upah di tahun 2019 sebesar 15% dari sales di tahun 2018 dengan alasan agar upah lebih manusiawi.

Berdasarkan rumus yang diajukan oleh buruh, upah yang diminta adalah sebesar Rp 11.623.616.

Sementara PT AFI mempersilahkan SGGBI mempertimbangkan di 2019 akan diberikan bonus, ketimbang menuntut kenaikan upah di 2019.

Dalam surat kronologis, PT AFI menegaskan perusahaan bukan menjanjikan bonus di 2019.

Baca: Apindo: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bukan Cuma Soal Buruh dan Pengusaha

Adapun usulan kenaikan upah yang diajukan para buruh tidak diterima oleh Alpen Food Industry.

Lantas PT AFI menawarkan usulan formula lain.

Usulan SGBBI tidak menuntut pembahasan kenaikan upah 2019 secara rapelan dan menawarkan usulan formula kenaikan upah tahun 2020.

Akhirnya berdasarkan rumus yang diajukan oleh SGBBI, upah yang diminta para buruh sebesar Rp 8.031.668,61 ditambahkan bonus di 2019.

Lagi-lagi, mengenai hal ini, Alpen Food Industry menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah menawarkan bonus di 2019.

Kemudian, pada 19 Desember 2019, bersama dengan mediator, PT AFI menawarkan usulan kenaikan gaji tahun 2020.

Adapun hasil dari formula yang baru ini diklaim ada kenaikan yang didapat oleh karyawan dengan jabatan terendah dan masa kerja di atas satu tahun dengan dibandingkan dengan tahun 2019 adalah mencapai kurang lebih 9%.

Dalam hal pekerja masuk terus menerus dalam 1 bulan, maka pekerja akan mendapatkan tambahan pemasukan melalui tunjangan mencapai ± Rp. 700.000,- atau ± 16,8% dari gaji pokok.

Menurut PT AFI, kenaikan tersebut sudah sangat rasional dan melebihi ketentuan normatif.

Simon mengatakan, AFI terus memberikan informasi dan klarifikasi serta meminta arahan dan bimbingan dari regulator dan pemangku kepentingan agar tercapai kesepakatan yang memiliki dampak positif.

Baik bagi perusahaan maupun rekan-rekan yang terdampak dari kebijakan perusahaan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul 'Begini Penjelasan Manajemen Es Krim Aice Indonesia Soal Aksi Mogok Kerja Buruhnya'

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kontan.co.id/Arfyana Citra Rahayu)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini