Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Angggaran (Banggar) DPR RI Fraksi PPP Syaifullah Tamliha meminta pemerintah hati-hati dalam mengambil kebijakan bidang ekonomi di tengah pademi Covid-19.
Ia menyoroti wacana yang diberikan kepada Bank Indonesia untuk mencetak uang dalam jumlah besar yaitu Rp 600 triliun.
Menurutnya, wacana tersebut berdampak buruk bagi perekonomian nasional.
"Saya sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, mewanti-wanti pemerintah agar tidak terburu-buru mencetak uang dalam jumlah besar, sebab ini sangat berbahaya bagi perekonomian nasional," kata Syaifullah melalui keterangannya, Selasa (19/5/2020).
Baca: Doni Monardo Tanggapi Maraknya Tagar #IndonesiaTerserah di Medsos, Begini Pesannya ke Tenaga Medis
"Pencetakan uang yang berlebihan tanpa underlying berpotensi munculnya krisis ekonomi baru, hiperinflasi yang parah, seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan tahun 1965," imbuhnya.
Baca: Garuda Indonesia Dapat Suntikan Modal Rp 8,5 Triliun, Krakatau Steel Rp 3 Triliun
Ia menjelaskan pada tahun 1965, pencetakan uang juga bertujuan menyelamatkan ekonomi yang tengah terpuruk.
Namun hal itu malah menyebabkan hiperinflasi yang sangat parah.
Baca: Lima Perusahaan Minyak Diduga Terlibat Kartel Harga BBM, KPPU Mengaku Kantongi Satu Alat Bukti
Anggota Komisi I DPR RI itu memberikan alternatif kebijakan yang bisa dipilih untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia di tengah pademi Covid-19.
Yaitu memberikan stimulus dalam bentuk modal kerja bagi UMKM, karena UMKM terbukti menjadi garda terdepan dalam meningkatkan konsumsi domestik di dalam negeri.
Pemerintah juga bisa memberikan pelatihan penjualan barang secara online bagi UMKM.
"Stimulus dan pelatihan ini akan membuat UMKM bisa tetap bertahan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mereka bisa tetap berproduksi dan memasarkan barangnya dari rumah ke rumah," ucapnya.
"Dengan cara itu pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan baik, dan ekonomi Indonesia tidak semakin terpuruk jauh," imbuhnya.