TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman menilai, perilaku anggota Komisi VII DPR-RI dari Partai Demokrat Muhammad Nasir yang mengusir Direktur Utama Holding Tambang BUMN ( MIND ID) atau PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak tak patut dicontoh.
Nasir mengusir Orias saat berlangsungnya rapat dengar pendapat Komisi VII dengan jajaran direksi MIND ID pada Selasa (30/6/2020) kemarin.
“Cara mengungkapkan kata-kata dan pernyataan politisnya juga tak etis dan tak menjaga kewibawaan lembaga DPR. Muatan emosi, kemarahan, emosional dia pertontonkan ke publik. Biasanya orang yang suka marah itu dipastikan menjadi tak rasional dan argumentasinya tidak kuat,” ujar Ferdy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/7/2020).
Baca: Perjalanan Karier Orias Petrus Moerdak, Dirut Inalum yang Diusir Anggota DPR Saat Rapat
Baca: Cekcok hingga Usir Dirut Inalum saat Rapat di DPR, Ini Profil Muhammad Nasir
Ferdy menilai kemarahan Nasir tak masuk akal. Sebab, Orias telah menjelaskan langkah-langkah pembayaran utang untuk membeli 51 persen saham perusahaan tambang dan emas Grasberg, Papua PT Freeport Indonesia.
“Sulit membayangkan melihat aksi korporasi pembelian Freeport Indonesia yang sangat kompleks itu dari kaca mata politik, apalagi jika disusupi kepentingan dibaliknya,” kata Penulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara ini.
Dia menjelaskan, sangat sulit menilai aksi korporasi yang dilakukan MIND ID jika dilihat menggunakan kaca mata politik. Serangan lawan politik terhadap rejim yang mengambil-alih Freeport Indonesia akan selalu terjadi.
“Sisi paling sensitif, seperti utang obligasi 5 miliar dollar AS akan selalu dieksploitasi. Utang selama ini kerap menjadi komoditas politik. Padahal, dalam dunia korporasi utang itu sesuatu yang wajar, normal, sejauh asetnya sehat, cashflow-nya juga masih terjaga,” ucap dia.
Menurut Ferdy, MIND ID merupakan salah satu perusahaan yang keuangannya sehat. Berdasarkan data yang diperolehnya, MIND ID mempunyai cash flow sebesar Rp 40 triliun.
Sementara bayar utang di tambah bunga utang untuk membeli Freeport Indonesia per tahun sebesar 250 juta dollar AS atau sekitar Rp 4 triliun.
“DPR yang protes dengan utang MIND ID semestinya waras. Freeport Indonesia adalah salah satu perusahaan tambang paling profitable di dunia,” ujarnya.
Ferdy menilai, seharusnya anggota DPR menggunakan ruang sidang untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Bukan menyuarakan kepentingan politik.
“DPR mestinya menggunakan ruang rapat komisi VII sebagai tempat untuk menyuarakan aspirasi rakyat, bukan menyuarakan aspirasi dan kepentingan partai politik tertentu,” tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat: Pengusiran terhadap Bos MIND ID Tak Patut Ditiru"