Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisaris Bank BNI Dradjad Hari Wibowo tidak yakin pengembalian aset kasus pembobolan kas Bank BNI oleh Maria Pauline Lumowa bisa dilakukan.
Kasus pembobolan kas BNI Cabang Kebayoran Baru terjadi pada tahun 2003.
Di mana Bank BNI Cabang Kebayoran Baru mengucurkan pinjaman sebesar Rp 1,7 triliun untuk PT Gramarindo Group melalui fasilitas surat kredit (L/C).
Dradjad mengatakan, kasus tersebut merupakan kejahatan kerah putih yang melibatkan orang-orang besar di dalamnya.
"Dari sisi recovery asset saya kurang yakin karena kasusnya sudah lama. Dan kejahatan kerah putih itu biasanya dananya atau asetnya bisa berpindah lebih cepat, sangat cepat berpindah sehingga lebih sulit menelusurinya," jelas Dradjad ketika dihubungi Tribunnews, Jumat (10/7/2020).
Baca: Mantan Komisaris BNI: Kasus L/C Fiktif Maria Pauline Lumowa Sangat Sulit Diterima Akal Sehat
Apabila aset-aset Maria Pauline di luar negeri berhasil ditelusuri, lanjut Dradjad, pemerintah Indonesia harus membuktikan bahwa aset tersebut terkait kasus L/C fiktif BNI 2003 silam.
Baca: Akhir Perjalanan Maria Pauline Lumowa, Bobol Bank BNI Rp 1,7 Triliun, Ditangkap Usai 17 Tahun Buron
Membuktikan bahwa semua aset yang dimiliki Maria selama 17 tahun buron terkait dengan kasus pembobolan kas BNI adalah hal sulit.
"Katakanlah pengadilan kita bisa menelusuri aset-aset Bu Maria ini, misalkan di Belanda, itu nanti harus kita buktikan bahwa aset di situ terkait kasus BNI," katanya.
"Itu tidak gampang, apalagi sudah 17 tahun. Jadi dari sisi recovery asset saya masih kurang yakin," sambung Dradjad.
Dradjad menceritakan, pihak Bank BNI menyelesaikan kasus pembobolan kas bermodus L/C fiktif ini secara internal.
"Dan lagi BNI juga sudah menyelesaikan ini secara koorporasi, sudah dibukukan, dan kemudian BNI sudah melakukan perbaikan di mana saya waktu itu sebagai komisaris ikut membantu melakukan perbaikan yang dipimpin Sigit Pramono sebagai Dirut," tandas Dradjad.