TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri mengatakan persoalan bank saat ini bukanlah likuiditas, melainkan credit crunch.
Credit crunch adalah keengganan perbankan menyalurkan kredit karena tidak ada permintaan. Jika dipaksa memberikan kredit, kemungkinan akan berdampak pada kredit macet dan memunculkan masalah likuiditas pada 2021.
"Persoalan yang dihadapi bank saat ini bukan isu likuiditas, likuiditas di bank itu baik," kata Chatib dalam diskusi daring, Senin (20/7/2020).
Baca: OJK Terapkan Pengawasan Berlapis Cegah Fraud di Perbankan
Baca: BI: Tak Perlu Khawatir, Industri Perbankan Aman di Tengah Pandemi
Fenomena serupa terjadi saat krisis ekonomi tahun 1998. Saat itu, perdagangan global tengah collapse sehingga bank enggan menyalurkan kredit untuk kegiatan yang berhubungan dengan ekspor.
Untuk menanganinya, lembaga multilateral development akhirnya menyediakan dana senilai Rp 250 miliar dollar AS sebagai jaminan kredit (credit guarantee) kepada bank-bank.
"Jadi, upaya mendorong sektor perbankan seperti memberikan likuiditas mungkin tidak efektif," ungkap Chatib.
Chatib pun meminta pemerintah dan bank berhati-hati pada tahun 2021 karena ada kebijakan restrukturisasi kredit saat pandemi Covid-19.
Restrukturisasi membuat debitur mendapat keringanan dalam pembayaran kredit dan debitur dengan status kolektibilitas 1 dan kolektibilitas 2 dianggap lancar. Namun, lancar atau tidaknya debitur akan benar-benar terlihat saat kebijakan restrukturisasi telah usai.
"Sampai nanti OJK mengakhiri relaksasi, pada saat itu kita tahu adanya kredit macet betulan atau tidak. Maka disitulah persoalan likuiditas, NPL, profitabilitas akan ada. Kita harus siap-siap di 2021," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Chatib Basri: Persoalan Bank Saat Ini Bukan Likuiditas, tapi.... "