TRIBUNNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 triliun pada semester I tahun 2020.
Atas kerugian yang dialami Pertamina, politikus PKS mempertanyakan pernyataan Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di awal pengangkatannya.
Lantas apa kata pengamat migas soal kerugian yang dialami Pertamina?
Berikut rangkuman berita tentang kerugian pertama di semeseter I-2020 dihimpun Tribunnews.com, Rabu (26/8/2020):
1. Rugi Rp 11,327 triliun
VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan penyebab Pertamina mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 triliun.
Menurut Fajriyah, sepanjang semester I 2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri serta pergerakan nilai tukar dollar.
“Pandemi Covid 19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak,” ujarnya dalam keterangan, Senin (24/8/2020).
Baca: Pertamina Catat Konsumsi BBM Kembali Normal
Menurut Fajriyah, penurunan demand tersebut terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari.
Saat pemberlakuan PSBB konsumsi BBM anjlok sampai 50-60 persen di kota-kota besar.
“Pertamina tetap optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat,’ ujar Fajriyah.
2. Politikus PKS Singgung Pernyataan Ahok
Terkait kerugian yang dialami Pertamina, Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto mempertanyakan kinerja Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.
Menurutnya, selama Ahok menjabat sebagai komisaris utama, Pertamina nyaris tidak memiliki prestasi yang layak dibanggakan.
Justru sebaliknya banyak keanehan dan kejanggalan yang begitu jelas dilihat masyarakat.
"Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11,13 triliun di semester pertama tahun 2020," kata Mulyanto, Rabu (26/8/2020).
Mulyanto menegaskan kondisi tersebut jelas harus jadi perhatian pemerintah.
Jangan terus dibiarkan dan menunggu Pertamina mengalami kondisi yang lebih parah.
"Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?" kata Mulyanto.
Anggota Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan kerja Ahok selama bergabung di Pertamina.
Sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok harusnya mampu melakukan pengawasan agar perusahaan yang dipimpinnya lebih baik.
Dengan kewenangan yang dimiliki dan dukungan politik memadai sebenarnya Ahok punya kesempatan lebih besar membenahi Pertamina.
Apalagi menjelang pengangkatan dirinya menjadi Komisaris Utama, mantan Gubernur DKI itu sesumbar bisa memperbaiki Pertamina.
"Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi," ujar Mulyanto.
Baca: Sinergi Pertamina-Kemendagri: Bangun 4.308 Pertashop se-Indonesia Kembangkan Ekonomi Desa
Secara teori, kata Mulyanto, di semester pertama tahun 2020 ini Pertamina harusnya untung.
Sebab di saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikit pun.
Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.
"Secara perhitungan kasar, Pertamina harusnya untung besar," ujar Mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian era Presiden SBY ini.
3. Tanggapan Pengamat Migas
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, industri minyak dan gas (migas) di masa pandemi covid-19 ini memang cenderung merugi.
Sebabnya, perusahaan migas terpukul dari dua sisi, baik hulu maupun hilir.
"Saya kira kondisi Pertamina juga demikian. Dihadapkan pada harga minyak yang rendah dan konsumsi sektor pengguna BBM dan gas masih relatif rendah," sebut Komaidi kepada Kontan.co.id, Senin (24/8).
Meski begitu, Komaidi berpandangan bahwa Pertamina memiliki peluang untuk memperbaiki kinerja pada sisa tahun ini.
Hal itu dapat dikejar seiring dengan pemulihan ekonomi di tengah penanganan covid-19 yang meningkatkan konsumsi BBM dan gas.
"Jika pemulihan ekonomi yang sedang diupayakan pemerintah berjalan dengan baik saya kira dampaknya akan positif bagi semua pihak termasuk Pertamina yang sebagian besar pendapatan usahanya dari sisi hilir," kata Komaidi.
Baca: Pertamina Kebut Infrastruktur Untuk Amankan Pasokan Energi
(Tribunnews.com/Daryono/Chaerul Umam) (Kontan/Ridwan Nanda Mulyana)