TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana kelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau disebut BP Jamsostek di tahun 2020 dialokasikan pada instrumen fixed income (Deposito dan Surat Utang) 71,4%, Saham 19,09%, Reksadana 9.34%, dan sisanya pada investasi langsung (properti dan penyertaan).
Kondisi pasar investasi global dan regional berpengaruh pada hasil investasi yang diraih oleh BP Jamsostek.
Situasi pandemi Covid-19 tentu berpengaruh negatif terhadap hasil investasi BP Jamsostek.
Demikian siaran pers yang disampaikan Romadhon Jasn selaku Divisi Kajian Strategis Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP-BPJS) pada Jumat (25/9/2020).
"Kinerja IHSG pada akhir tahun 2019 mampu menorehkan pertumbuhan sebesar 2,18% ke level 6.329. Namun, IHSG sejak pandemi Covid-19 hingga tanggal 24/9/2020 IHSG tercatat di level 4.842 turun tajam 1.487 poin," katanya.
Baca: BP Jamsostek Diharapkan Bisa Dikelola Lebih Profesional Lagi
Menurutnya kondisi ini tentu sangat berpengaruh terhadap kinerja investasi saham yang dikelola BP Jamsostek yang dipastikan turun drastis.
Dana investasi BP Jamsostek mayoritas selain ditempatkan di surat utang negara juga difokuskan pada deposito dan saham.
Masa pandemi Covid-19 harga saham anjlok, dan ada dana investasi deposito BP Jamsostek di perbankan bermasalah misalnya di Bank Bukopin pada 2020 ini diduga senilai Rp 1.1 triliun.
"Bagaimana dana investasi saham di tengah merosotnya IHSG dan deposito BP Jamsostek di Bank bermasalah, apakah sudah ditarik kembali, untung atau buntung?," tanya Romadhon.
Era Agus Susanto sebagai Direktur Utama dan Amran Nasution sebagai Direktur Investasi BP Jamsostek akan jelang habis masa jabatannya pas 5 tahun ini pada pertengahan Pebruari 2021.
Romadhon menegaskan harus jelas status dana investasi BP Jamsostek di Bank Bukopin maupun perbankan bermasalah lainnya. Termasuk dana investasi BP Jamsostek di bursa saham.