TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK). Penangkapannya dilakukan dalam kaitannya dengan kebijakan ekspor benih lobster atau benur.
Edhy sendiri merupakan kader Partai Gerindra yang juga bagian dari lingkarang orang terdekat Prabowo Subianto.
Namanya masuk sebagai Menteri KKP di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 setelah Prabowo memututuskan berkoalisi dengan pemerintah.
Edhy Prabowo yang sempat menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional ini, menggantikan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019. Di partai yang sama, ia juga tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Gerindra.
Baca juga: Soal Penangkapan Menteri Edhy Prabowo oleh KPK, Presiden: Kita Hormati Proses Hukumnya
Dikutip dari laman resmi DPR RI, Rabu (25/11/2020), perjalanan politik Menteri Edhy Prabowo terbilang panjang, dia pernah menjadi anggota dewan tiga periode berturut-turut mewakili kampung halamannya, Dapil I Sumatera Selatan.
Di periode terakhirnya di Senayan, Edhy duduk sebagai Ketua Komisi IV yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan dan pangan, termasuk di dalam KKP.
Meski kini dikenal sebagai politikus ulung dan menteri kabinet, latar belakangnya sebenarnya berasal dari prajurit TNI. Edhy sempat masuk Akabri angkatan tahun 1991, belakangan dia tak bisa melanjutkan karirnya di militer.
Setelah keluar dari militer, Edhy merantau ke Jakarta. Di sinilah kesuksesannya bermula. Secara tak sengaja dirinya bertemu dengan Prabowo yang saat itu masih berdinas di TNI AD dengan pangkat Letkol.
Seiring waktu berjalan, Edhy menjadi orang kepercayaan Prabowo. Sembari bekerja, dia juga melanjutkan pendidikan dengan berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Moestopo. Edhy jadi orang pertama yang bergabung di Gerindra saat partai itu baru didirikan Prabowo.
Atlet silat hingga pengusaha
Dia juga memulai karier politiknya dengan aktif berorganisasi di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan sempat menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan HKTI.
HKTI sendiri merupakan organisasi petani yang sangat lekat dengan Prabowo Subianto. Di organisasi itu, Edhy Prabowo pernah menjabat sebagai Ketua Diklat pada tahun 2005.
Beberapa jabatan organisasi lainnya antara lain Bidang Pengembangan Prestasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) tahun 2007, lalu Sekretaris Yayasan Pendidikan Kebangsaan tahun 2002.
Berikutnya yakni Wakil Ketua Umum Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia (PPSMI) pada tahun 1997. Edhy memang lekat dengan pencak silat. Di masa remajanya, dirinya pernah menjadi atlet silat di Pekan OIahraga Nasional (PON).
Menteri Edhy Prabowo juga diketahui merupakan seorang pengusaha. Masih dikutip dari laman resmi DPR RI, Edhy pernah menjabat sebagai Komisaris PT Kiani Lestari, Direktur Utama PT Garuda Security Nusantara, dan Direktur PT Alas Helau.
Lalu Direktur Utama PT Tusam Hutani Lestari, Komisaris PT Swadesi Dharma Nusantara, dan Asisten Direktur Utama Nunsantara Energi.
Beberapa perusahaan yang disebutkan di atas ada yang kepemilikannya terafiliasi dengan Prabowo Subianto.
Sementara dikutip dari laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Edhy Prabowo terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2019.
Pelaporan harta dalam LHKPN dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Menteri KKP. Total harta kekayaannya tercatat sebesar Rp 7 miliar atau tepatnya Rp 7.422.286.613.
Respon KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga Rabu (25/11/2020) siang masih menunggu informasi resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait ditangkapnya Menteri Edhy Prabowo terkait ekspor lobster benur.
Seperti diketahui, Edhy diamankan setibanya di Bandara Soekarno Hatta setelah kunjungan kerja ke Amerika Serikat pada Rabu (25/11/2020), dini hari.
“Kami masih menunggu informasi resmi dari pihak KPK mengenai kondisi yang sedang terjadi,” ujar Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar dalam siaran pers.
Antam menegaskan, KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga antirasuah tersebut. Sementara mengenai pendampingan hukum atas kasus ekspor benur ini, KKP akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Antam pun mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait proses hukum yang sedang berjalan.
“Mari kita menunggu bersama informasi resminya seperti apa. Dan biar penegak hukum bekerja secara profesional,” pungkas dia.
Selain Edhy, KPK juga menangkap beberapa orang yang ikut dalam rombongan ke AS, termasuk istri Edhy dan sejumlah pejabat KKP.
Ada sejumlah pejabat di lingkup eselon I KKP yang turut dalam kunjungan, salah satunya Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto.
Selain Slamet, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi dan Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Ditjen PSDKP Pung Nugroho Saksono turut ikut dalam kunjungan ke Hawaii.
Maksud lawatan Edhy ke AS adalah untuk memperkuat kerja sama bidang kelautan dan perikanan dengan salah satu lembaga riset di negara adidaya tersebut.
Kerja sama ini dalam rangka mengoptimalkan budidaya udang secara berkelanjutan di Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Edhy Prabowo ditangkap bersama sejumlah pihak dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta anggota keluarga.
"Tadi pagi (ditangkap) jam 1.23 di Soetta (Bandara Soekarno-Hatta). Ada beberapa dari KKP dan keluarga yang bersangkutan," kata Ghufron, saat dikonfirmasi, Rabu pagi.
Ghufron mengatakan, penangkapan Menteri Edhy Prabowo tersebut terkait dengan dugaan korupsi dalam ekspor benur atau benih lobster.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Edhy Prabowo: Mantan Prajurit, Jagoan Silat, hingga Pengusaha"