Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan resmi menaikkan tarif cukai rokok tahun 2021 sebesar 12,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok ini terdiri dari untuk industri yang mengeluarkan atau memproduksi sigaret putih mesin golongan 1 sebesar 18,4 persen.
Untuk jenis sigaret putih mesin golongan 2A akan dinaikkan cukai hasil tembakaunya 16,5 persen.
"Untuk industri sigaret putih mesin golongan 2B akan dinaikkan cukai hasil tembakau 18,1 persen," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Kamis (10/12/2020).
Baca juga: Cukai Rokok Naik, Menkeu Sri Mulyani Ingatkan soal Potensi Bertambahnya Rokok Ilegal
Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, cukai hasil tembakau (CHT) untuk sigaret kretek mesin golongan 1 dinaikkan 16,9 persen, sigaret kretek mesin golongan 2A 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin golongan 2B 15,4 persen.
Baca juga: Cukai Rokok Naik di 2021, Pemerintah Berharap Jumlah Perokok Makin Sedikit
Sementara itu, untuk industri jenis sigaret kretek tangan, tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tidak dinaikkan.
Artinya, kenaikannya 0 persen karena sigaret kretek tangan adalah yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar.
"Dengan komposisi tersebut maka rata-rata kenaikan tarif cukai adalah sebesar 12,5 persen," ujarnya.
Angka tersebut dihitung rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah produksi dari masing-masing jenis dan golongan.
Brincian kenaikan tarif cukai masing-masing golongan hasil tembakau sebagai berikut:
Sigaret Putih Mesin
1. Sigaret Putih Mesin Golongan I 18,4 persen
2. Sigaret Putih Mesin Golongan IIA 16,5 persen
3. Sigaret Putih Mesin Golongan IIB 18,1 persen
Sigaret Kretek Mesin
1. Sigaret Kretek Mesin Golongan I 16,9 persen
2. Sigaret Kretek Mesin Golongan IIA 13,8 persen
3. Sigaret Kretek Mesin Golongan IIB 15,4 persen
Sri Mulyani mengatakan, pihaknya memiliki perhitungan sendiri kenapa memberlakukan kenaikan cukai hasil tembakau yang berakibat naiknya harga rokok di tengah pandemi Covid-19.
"Tarif cukai hasil tembakau perlu kita naikkan tahun 2021 dalam suasana masih terjadinya Covid-19."
"Kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan, tapi pada saat sama juga mempertimbangkan kondisi perekonomian secara umum yang begitu berdampak oleh Covid-19, terutama kepada kelompok kerja dan petani," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Kamis (10/12/2020).
Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya juga tidak melakukan simplifikasi.
Tapi dalam hal ini pemerintah tetap memberikan sinyal bahwa simplifikasi itu digambarkan dalam bentuk perbedaan celah tarif yang makin diperkecil.
"Yaitu perbedaan celah tarif yang makin diperkecil antara sigaret kretek mesin atau SKM golongan 2A dengan sigaret kretek mesin golongan 2B."
"Selain itu, juga kita memperkecil celah tarif antara sigaret putih mesin atau SPM golongan 2A dengan sigaret putih mesin SPM golongan 2B," katanya.
Jadi, dia menambahkan, pemerintah tidak melakukan simplifikasi secara drastis dengan menggabungkan golongan cukai hasil tembakau.
"Namun, memberikan sinyal kepada industri bahwa celah tarif di antara golongan 2A dan bentuk sigaret kretek mesin maupun sigaret putih mesin semakin dikecilkan atau didekatkan tarifnya," pungkasnya.
Untuk diketahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot.
Pengumuman kenaikan tarif cukai yang biasanya dilakukan di akhir Oktober pun molor hingga awal Desember ini.
Sri Mulyani mengatakan, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19.
Sehingga pemerintah perlu untuk menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.
"Sehingga dalam hal ini kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian umum, yang terdampak Covid-19 terutama kelompok pekerja dan petani," ujar Sri Mulyani.
Cukai rokok SKT tidak naik
Sri Mulyani menjelaskan, untuk kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif cukai.
Hal itu terjadi lantaran industri tersebut termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Artinya kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," ujar Sri Mulyani.
“SKT tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tarif cukainya tidak dinaikan. Artinya kenaikannya 0%,” kata Menkeu.
Menkeu mengatakan, kebijakan tersebut diambil karena industri hasil tembakau (IHT) SKT paling banyak memiliki tenaga kerja dibandingkan dengan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM).
Tanggapan YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, kenaikan cukai rokok merupakan hal baik untuk upaya pengendalian konsumsi.
Sekretaris Harian YLKI Agus Suyatno mengatakan, pihaknya mengapresiasi kenaikan cukai rokok hingga 12,5 persen pada 2021, karena menilik dari tingkat inflasi ditambah dengan kondisi ekonomi tahun 2020.
"Tetapi kebijakan ini perlu dikawal agar efektif dalam menurunkan konsumsi rokok. Karena angka 12,5 persen adalah rata-rata, maka perhatian perlu difokuskan pada jenis rokok mana yang tarif cukainya naik paling tinggi," ucap Agus saat dihubungi Tribunnews, Kamis (10/12/2020).
Menurutnya, YLKI mengharapkan agar angka kenaikan lebih tinggi minimal sama dengan tahun kemarin di angka 23 persen rerata tarif cukai dan angka 35 persen kenaikan harga jual eceran (HJE).
"Agar tujuan pengendalian konsumsi rokok dan peningkatan penerimaan negara efektif, maka kenaikan tertinggi cukai rokok harus dikenakan kepada jenis rokok yang memiliki pangsa pasar terbesar," ucap Agus.
Ia menyebutkan, pangsa pasar terbesar sendiri yaitu sigaret kretek mesin (SKM) khususnya golongan 1 dengan produksi diatas 3 milyar batang per tahun.
"Pangsa pasar SKM 1 mencapai 63 persen dan jika pemerintah ingin menurunkan konsumsi rokok di kalangan anak-anak, Maka harus menaikkan tarif cukai dan harga eceran produk tersebut," ujar Agus.
Di masa lalu, lanjut Agus, kenaikan cukai tertinggi tidak pada SKM 1.
Setelah kretek mesin, sigaret putih mesin juga harus dinaikkan tarif cukainya dengan sama tingginya karena mereka menggunakan mesin yang capital intensive, tidak labor intensive.
"Sedangkan untuk Sigaret Kretek tangan yang labor intensif, menjadi wajar diberikan kenaikan tarif cukai yang lebih rendah," kata Agus.
Sebagai catatan, Agus mengungkapkan, bahwa harga rokok per bungkus saat ini antara Rp 10 ribu sampai Rp 25 ribu. Harga ini masih jauh dari harga yang bisa mengendalikan konsumsi para perokok.
"Merujuk pada survei dari PKJS Universitas Indonesia, bahwa harga yang dapat menurunkan konsumsi rokok adalah Rp 60 ribu-Rp 70 ribu per bungkus," kata Agus.
Agus juga menjelaskan, dengan kenaikan 12,5 persen kemungkinan harga termahal satu bungkus rokok berkisar Rp 35 ribu dan ini masih setengah dari harga yang menurunkan konsumsi.
"Kami berharap pemerintah fokus pada harga rokok SKM 1 agar mendekati Rp 60 ribu per bungkus. Kami yakin Presiden Jokowi melindungi anak-anak dari terkaman industri rokok," ucap Agus.