News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Kedelai tak Terkendali

Harga Kedelai Mahal, Pemerintah Disarankan Barter dengan Minyak Sawit

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja memproduksi tahu di salah satu pabrik tahu di Jalan Aki Padma, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Minggu (2/1/2021). Setelah libur produksi dan jualan selama dua hari, pengrajin tahu dan tempe di Kota Bandung kembali melakukan produksi. Kesepakatan untuk meliburkan produksi dan jualan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan kepada konsumen adanya kenaikan harga tahu dan tempe sebesar 20 persen hingga 40 persen akibat dari naiknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu dan tempe. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan melonjaknya harga kedelai yang berdampak pada kelangkaan tempe dan tahu di pasaran harus segera diantisipasi pemerintah.

Ia menyatakan, Kementerian Perdagangan harus segera mengamankan pasokan impor komoditas kedelai agar pasokan dan harga di pasar stabil.

Menurutnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bisa melakukan perjanjian bilateral dengan negara pengekspor kedelai yang biasa memasok komoditas ini ke Indonesia.

"Sebaiknya pemerintah harus segera bertindak untuk mengamankan pasokan kedelai impor. Menteri Perdagangan kan bisa kontak negara produsen kedelai untuk buat perjanjian secara bilateral," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Minggu (3/1/2021).

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Tempe Langka di Pasaran, Ini Kata Indef

Selain itu, barter juga bisa menjadi salah satu cara yang dipilih untuk mengantisipasi kelangkaan.

Seperti melakukan pertukaran antara kedelai dengan sawit yang menjadi komoditas andalan ekspor Indonesia.

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Pedagang: Besok Tempe Mulai Ada Lagi, tapi Mungkin Ukurannya Dikurangi

"Bisa juga lakukan swap misalnya sawit ditukar dengan kedelai, seperti dulu pernah ada barter antara sawit dan suku cadang pesawat," jelas Bhima.

Pemerintah, kata dia, juga harus memastikan tidak ada permainan kartel terkait komoditas ini.

"Selanjutnya pemerintah harus memastikan tata niaga kedelai di dalam negeri tidak ada permainan untuk spekulasi harga atau menahan pasokan di pasar," kata Bhima.

Bhima menilai kenaikan harga kedelai berdampak buruk pada masyarakat kelas menengah ke bawah.

Dampak buruk ini tidak hanya akan dirasakan pelaku usaha yang memanfaatkan tahu dan tempe sebagai bahan baku produk mereka, namun juga masyarakat yang biasa mengkonsumsi produk hasil fermentasi itu.

"Kenaikan harga bahan baku tempe tahu tentu akan memukul kelas menengah ke bawah," papar Bhima.

Perlu diketahui, tempe dan tahu merupakan produk olahan kedelai kaya protein.

Sejak pandemi virus corona (Covid-19) berdampak buruk pada perekonomian global termasuk Indonesia, konsumsi masyarakat pun beralih ke tempe dan tahu.

Karena dua makanan khas lokal ini memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan daging.

"Secara umum tempe dan tahu jadi kebutuhan protein penting, apalagi dalam kondisi resesi ekonomi dan angka kemiskinan naik, yang biasa beli telur, ayam dan daging sapi bergeser ke membeli tempe tahu," tutur Bhima.

Menurut Bhima, ekonomi masyarakat akan semakin jatuh di masa pandemi ini, jika produsen tempe berhenti produksi, kemudian harga tempe dan tahu melambung.

"Kalau sampai naik tinggi harga di pasaran dan produsen tempe tahu stop produksi, itu sangat berisiko bagi ekonomi masyarakat," pungkas Bhima.

Perajin Tempe Menjerit

Naiknya harga kedelai membuat para produsen tempe di kawasan Jabodetabek mogok produksi sejak awal tahun baru, tepatnya Jumat 1 Desember 2021.

Hal ini tentunya mempengaruhi pasokan tempe ke pasar tradisional di wilayah Jakarta maupun daerah penyangga ibu kota.

Seperti yang dialami seorang pedagang tempe bernama Kastera (54) yang biasa berjualan di Pasar Budi Darma, Kota Bambu Utara, Jakarta Barat.

Saat ditemui Tribunnews, ia mengaku saat ini pasokan tempe dan tahu cukup sulit, karena aksi mogok produksi yang dilakukan para produsen dua produk olahan kedelai tersebut.

"Susah sekarang, ini gara-gara kedelai naik, saya jadi susah dapat tempe dan tahu, ini adanya ya cuma oncom aja," ujar Kastera, kepada Tribunnews, Minggu (3/1/2021) pagi.

Ia mengaku tidak mendapatkan tempe dan tahu sejak Jumat lalu, padahal dua produk ini banyak diminati pembelinya.

"Ini udah 3 hari dari hari Jumat kosong, yang beli juga pada nanya tapi ya bagaimana, kosong di pabriknya," jelas Kastera.

Terkait harga, biasanya ia menjual tempe per papannya sebesar Rp 5.000, sedangkan dari produsen Rp 4.000.

Namun jika terdapat kenaikan harga, nantinya ia juga akan menyesuaikan harga tersebut.

"Ya saya jualnya Rp 5.000 sekarang, tapi kalau misalnya harga naik dari sananya (pabriknya), ya saya sesuaikan saja harganya," kata Kastera.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini