TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertanian ( Mentan), Syahrul Yasin Limpo, mengakui bahwa pengembangan produksi kedelai oleh petani lokal sulit dilakukan untuk mencapai swasembada kedelai.
Hal ini mengingat komoditas tersebut tidak memiliki kepastian pasar dibandingkan komoditas pangan lainnya.
Peningkatan produksi kedelai diakui memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Kementan Akan Lipat Gandakan Produksi Kedelai Nasional Tahun Ini
Baca juga: Tahun ini, Kementan Lipatgandakan Produksi Kedelai Nasional
Syahrul menjelaskan pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan baku untuk produksi tempe dan tahu setiap tahunnya semakin bertambah.
Pemerintah, kata dia, terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.
"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budi daya," kata Syahrul dilansir dari Antara, Senin (4/1/2021).
"Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," kata dia lagi.
Menurut Syahrul, masalah ketergantungan impor dan dampaknya terhadap harga merupakan masalah global yang berimbas dari negara asal produsen, yakni Amerika Serikat.
Melonjaknya harga kedelai ini, menurut Kementerian Perdagangan, dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China sebagai negara importir kedelai terbesar dunia.
Indonesia yang menjadi negara importir kedelai setelah China pun akhirnya turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut.
Kenaikan harga kedelai ini menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jual.
"Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini, di Argentina misalnya juga terjadi polemik polemik terkait produksi kedelai," kata Mentan Syahrul.
Oleh karena itu Kementan akan fokus melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri.
Produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing, baik dari kualitas maupun harganya melalui perluasan areal tanam dan mengsinergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan, dan pemerintah daerah.
Pada kesempatan tersebut, Kementan memfasilitasi nota kesepahaman (MoU) antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), serta investor dengan Ditjen Tanaman Pangan.
Kerja sama tersebut bertujuan meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani.
"Kami sudah bertemu dengan jajaran Kementan dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari kementerian dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan kedelai nasional kita lebih cepat," kata Syahrul.
Seperti diketahui harga kedelai saat ini melonjak hingga Rp 9.300 per kilogram, dari harga tiga bulan lalu yang masih di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram, berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indoensia (Gakoptindo).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mentan Buka-bukaan Soal Alasan Sulitnya Swasembada Kedelai"