Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PPP Ema Umiyyatul Chusnah angkat bicara soal aksi mogok berdagang oleh pedagang daging sapi Jabodetabek.
Ema mengatakan aksi itu adalah bentuk ekspresi kekecewaan terhadap kinerja pemerintah.
"Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh Pedagang Jabodetabek dinilai sebagai salah satu bentuk ekspresi kekecewaan terhadap kinerja pemerintah," ujar Ema, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (20/1/2021).
Ema menilai ketidakstabilan harga-harga pangan pokok ditengarai karena menurunnya jumlah supplai ke pasar atau adanya spekulasi oleh pelaku bisnis untuk memperoleh keuntungan pada situasi ini.
"Ketidaksiapan pemerintah dalam menata laksana produksi di tingkat lapang dan tidak dimilikinya peta produksi hingga data yang akurat juga merupakan salah satu penyebab terjadinya fluktuasi harga-harga pangan pokok di masyarakat," kata dia.
Baca juga: Pedagang Daging di Pasar Tradisional Ciputat Bakal Mogok Jualan Mulai Besok
Politikus PPP itu mencontohkan aksi mogok yang dilakukan oleh pengrajin tempe beberapa hari lalu. Ema mengatakan kondisi ketersediaan pangan saat ini perlu mendapat perhatian yang serius.
Baca juga: Alasan Pedagang Daging Mogok Jualan, Pemprov DKI Siap Melobi, Jokowi Diminta Buat Kebijakan
Bukan hanya karena situasi Pandemi Covid-19 yang belum juga mereda, akan tetapi juga ada kecenderungan negara-negara lain penghasil bahan pangan dunia juga berusaha menahan pangannya untuk keperluan di negaranya, termasuk daging sapi impor.
Baca juga: Harga Daging Sapi Melonjak, Asosiasi Bujuk Pedagang Tetap Berjualan
"Jadi para pedagang juga memiliki tanggung jawab moral kepada konsumen, karena aksi mogok justru akan menimbulkan kelangkaan daging sapi. Konsumen akan kesulitan memperoleh daging, padahal kemudahan akses pangan merupakan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara," ungkapnya.
"Maka saya harapkan ada komunikasi antara pejabat berwenang bersama Asosiasi dagang mengenai tata kelola daging sapi," pungkas Ema.
Para pedagang daging sapi melakukan aksi mogok berdagang selama tiga hingga empat hari ke depan.
Mereka melakukan aksi mogok kerja tersebut harga daging sapi di rumah pemotongan hewan semakin meningkat.
Dikutip dari Kompas.com, Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta, Tb Mufti Bangkit mengatakan saat ini harga per kilogram daging sapi yang belum dipisah antara tulang dan kulitnya sebesar Rp 95.000 dan itu dinilai terlalu tinggi untuk dijual kembali ke pasar.
"Ditambah cost produksi, ekspedisi total sudah Rp 120.000-lah. Sedangkan harga eceran tertinggi ditetapkan pemerintah Rp 120.000. Belum karyawan, belum pelaku pemotong sendiri kan harus (memberi uang ) anak istri di rumah," kata Mufti melalui telepon, Selasa (19/1/2021).
Itu sebabnya, kata Mufti, kenaikan harga daging tersebut tidak menguntungkan pedagang daging, malah membuat pedagang merugi.
Pasalnya, jika harga dinaikkan, harga akan melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Masyarakat jadi enggan membeli karena melambungnya harga daging. "Kasihan masyarakat kalau kami naikan terlalu tinggi, tidak ada yang beli," tutur Mufti.
APDI meminta pemerintah pusat kembali melancarkan impor daging sapi dari Australia yang sudah berjalan selama puluhan tahun.
Saat ini, kata Mufti, Australia malah lebih banyak menjual daging sapi ke negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Thailand.
"Kebijakan Australia yang menjual ke negara lain ini harus kita minta pemerintah ambil jalan diplomasi dengan acuan kita adalah member (impor daging) selama puluhan tahun," kata Mufti.
Dia berharap keran impor daging sapi dari Australia kembali dibuka sehingga harga daging kembali stabil di pasaran dan tidak merugikan pedagang maupun pembeli.
Sebelumnya diberitakan, Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) sepakat untuk melakukan aksi mogok menjual daging sapi baik di pasar maupun di rumah pemotongan hewan (RPH).
Penghentian aktivitas perdagangan ini yang dilakukan menyusul hasil rapat antar pedagang pada Minggu (17/1) lalu ini akan dilakukan sejak Selasa (19/1/2021) hingga Kamis (22/1/2021).
TB Mufti Bangkit Sanjaya, Sekretaris APDI DKI Jakarta mengatakan imbas kenaikan harga daging menyebabkan para pengusaha kesulitan untul bisa menjualnya kepada warga.
“Yang melatarbelakangi kan kenaikan harga yang semakin tahun semakin naik puncaknya empat bulan lalu lonjakan harga sudah liar tidak terkontrol dan Pemerintah cenderung pasif seperti itu,” kata Mufti saat dikonfirmasi, Selasa (19/1/2021).
Harga 1 kilogram sapi karkas saat ini menyentuh angka Rp 94.000. Padahal di momen tertentu saat lebaran tahun lalu, 1 kilogram karkas paling mahal hanya Rp 86.000 saja.
Mufti memprediksi harga karkas bakal terus merangkak naik hingga bulan-bulan berikutnya.
“Nah ini diprediksi akan naik terus sampai dengan bulan Maret atau April dengan harga tertinggi 105.000 per kilogram per karkas,” ucapnya.
Hal yang menyebabkan mahalnya jarga daging lantaran stok daging yang biasanya didatangkan dari Australia, terus berkurang dikarenakan negara kanguru tersebut lebih memilih menjual sapi kepada negara lain.
Harga 1 kilogram sapi karkas saat ini menyentuh angka Rp 94.000. Padahal di momen tertentu saat lebaran tahun lalu, 1 kilogram karkas paling mahal hanya Rp 86.000 saja.
Mufti memprediksi harga karkas bakal terus merangkak naik hingga bulan-bulan berikutnya.
“Nah ini diprediksi akan naik terus sampai dengan bulan Maret atau April dengan harga tertinggi 105.000 per kilogram per karkas,” ucapnya.
Hal yang menyebabkan mahalnya jarga daging lantaran stok daging yang biasanya didatangkan dari Australia, terus berkurang dikarenakan negara kanguru tersebut lebih memilih menjual sapi kepada negara lain.
Alhasil, stok daging di dalam negeri semakin menipis dan menyebabkan kelangkaan barang.
“Kita kalah harga oleh Vietnam dan Thailand. Sapi untuk kita banyak terserap ke sana. Oleh Australia diekspor ke Thailand dan Vietnam karena berani beli dengan harga tinggi,” tutur Mufti
APDI sudah mengeluhkan kenaikan harga daging sapi ke pemerintah, mereka pun bersurat kepada Presiden Jokowi tapi tak ada respon sama-sekali.
“Kami sudah layangan surat sebagai asosiasi DKI melayangkan surat ke kementrian perdagangan dan pertanian ke kantor staf kepresidenan. Satu minggu lalu tapi tak ada respon dari pihak terkait. Maka dari itu kami rapat dan menghasilkan kesepakatan bahwa kami mogok berjualan daging. Baik itu itu di pasar maupun di RPH-RPH,” tutur Mufti.