News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jualan Pulsa dan Kartu Perdana Kena Pajak, Pembelinya Bagaimana? 

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilusttasi Kartu perdana Smartfren POWER UP

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 /PMK.03/2021 terkait kegiatan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan  Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucer. 

Dalam beleid yang diterima, di Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan 
pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22. 

Ayat 2 adalah lemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22  sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya. 

"Atau harga Jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung," tulis beleid Peraturan Menteri Keuangan yang dikutip, Jumat (29/1/2021). 

Baca juga: Mulai 1 Februari Pemerintah Kenakan Pajak Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token dan Voucer

Baca juga: Urus Pajak Kendaraan Bermotor dari STNK Sampai Mutasi, Kini Bayarnya Bisa Lewat Aplikasi Ini

Kemudian ayat 3 yakni dalam hal wajib pajak yang dipungut PPh Pasal 22 tidak 
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen dari tarif  sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 

Ayat 4, pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkansebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib 
pajak yang dipungut. 

Ayat 5, PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terutang pada saat diterimanya pembayaran, termasuk  penerimaan deposit, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua. 

Ayat 6, pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada 
ayat 2 tidak dilakukan atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat  selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi. 

"Jumlahnya paling banyak Rp 2 juta, tidak termasuk PPN dan bukan merupakan  pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta," lanjut beleid tersebut. 

Kemudian, yang merupakan wajib pajak bank atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan  telah terkonfirmasi ke benarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini