News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabar Backdoor Listing Kerek Saham ISAT, OJK Diminta Jalankan Fungsi Sebagai 'Polisi' Pasar Modal

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga menggunakan menggunakan mesin MyGerai di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (17/11/2020).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saham emiten Indosat Ooreedo (ISAT) terus mengalami lonjakan setelah muncul kabar merger perusahaan tersebut dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) melalui backdoor listing.

Saham ISAT pada akhir tahun 2020 berada di kisaran Rp 2.510 dan terus mengalami lonjakan hingga perdagangan hari ini di posisi Rp 6.075 per saham

Pengamat ekonomi dan keuangan Yanuar Rizky mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator pasar modal harus melindungi investor saham, dengan melakukan pengawasan yang ketat.

"OJK bekerja sebagai regulator, bener-benar watchdog (penjaga). Jangan sampai, ada informasi orang dalam, orang dalam manipulasi pasar, insider trading terjadi dibiarkan saja, tidak ada yang menjaga aksi korporasi ini," papar Yanuar dalam diskusi virtual, Selasa (16/2/2021).

Menurutnya, tender offer dalam aksi backdoor listing atau pengambilalihan perusahaan terbuka oleh perusahaan tertutup, perlu dilakukan untuk melindungi investor yang tidak setuju dengan rencana tersebut.

Baca juga: Kolaborasi Indosat dan Snapchat Percepat Penggunaan Augmented Reality

"Kalau tidak mau relaksasi, OJK harus menjadi polisi cekatan. Kalau tidak mampu, kembalikan aturannya, karena itu perlindungannya," tutur Yanuar.

Ia menyebut, relaksasi tidak wajib melakukan tender offer terjadi pada saat krisis 2008, dan sampai saat ini belum dicabut oleh OJK.

Baca juga: Merger Gojek-Tokopedia Segera Jadi Kenyataan, Valuasinya Capai Rp 500 Triliun

"Peraturan OJK itu menegaskan situasi krisis 2008, di mana saat itu mandatory tender offer dicabut karena alasan krisis mempercepat corporate restructuring," paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini