News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indonesia Cocok Jadi Eksportir Industri Teknologi Tinggi ke Selandia Baru

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya

Target Perdagangan Bilateral Selandia Baru-Indonesia Rp 40 Triliun

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya berbicara potensi pasar di Selandia Baru dan negara-negara pasifik. Utamanya berkaitan dengan industri-industri berbasis teknologi tinggi.Selandia Baru merupakan negara dengan market ekspor menjanjikan bagi Indonesia.

Untuk itu, tim KBRI Wellington selalu mendukung upaya peningkatan ekspor produk-produk dari Indonesia untuk masuk ke Selandia Baru.

Baca juga: Hasil Referendum Swiss Jadi Harapan Cerah Bagi Ekspor CPO

Tantowi menerangkan hampir 400 unit Trafo Tenaga buatan Indonesia telah terpasang di seluruh penjuru Selandia Baru."Kita sudah mengekspor trafo sejak awal 2000an.

Produk-produk seperti itu. Sekarang kita galakan produk-produk berbasis maritim misalnya itu kapal," ujar Tantowi saat berbincang khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra,Selasa (9/3).

Baca juga: KKP Permudah Ekspor Produk Perikanan ke Singapura dan Australia

Kapal dari nelayan yang sangat sederhana sampai dengan kapal-kapal besar untuk mengangkut penumpang bahkan kapal perang, menurut Tantowi, sangat cocok untuk Indonesia menjadi eksportir ke Selandia Baru.

"Produk-produk seperti ini cocok masuk ke New Zealand dan Pasifik.  Karena ini maritim. Negara yang dikelilingi oleh air. Kita sedang melakukan lobi-lobi dari produk-produk industri strategis seperti misalnya kereta api. Kemudian pesawat-pesawat. Ini yang tidak disentuh oleh negara-negara Asean lain. Mereka tidak bermain pada sektor-sektor ini," imbuh Tantowi.

Tantowi berkeyakinan falam lima tahun ke depan, Indonesia bisa menjadi eksportir produk industri strategis dan pertahanan. Termasuk industri berbasis teknologi tinggi. Ketika masuk ke pasar tersebut, ucap Tantowi, Indonesia akan mengalami surplus perdagangan dengan Selandia Baru.

Baca juga: SKPT Sebatik KKP Ekspor Perdana Ikan Bandeng dan Demersal ke Malaysia

"Kita memiliki target, yang sudah disepakati Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri pada 2016, target perdagangan bilateral Indonesia-Selandia Baru itu Rp 40 triliun atau 40 miliar NZD. Yang harus dicapai sebelum tahun 2024," imbuhnya.

Berikut petikan wawancara khusus Tribun Network bersama Tantowi Yahya:

Bagaimana pola hubungan dagang dan ekonomi Indonesia dengan Selandia Baru dan negara-negara sekitarnya?

Ketika berbicara pasifik maka kita berbicara kumpulan dari negara-negara kepulauan yang jumlahnya kurang lebih 20. Penduduknya macam-macam dari 1.200 sampai yang terbesar 8 juta PNG.Kebanyakan negara-negara di sini range dari 200 ribu sampai dengan 1 juta orang. Nah dari sisi politik negara-negara ini ada yang bentuknya negara berdaulat ada negara bagian terluar negara-negara besar, ada juga negara protektorat atau bagian dari Selandia Baru.

Kekuatan ekonomi dari negara-negara ini apabila Selandia Baru dan Australia kita keluarkan sangat kecil dalam pengertian jumlah penduduk dan kecil juga kaitan kemampuan ekonomi.Negara-negara ini bentuknya kepulauan karena posisinya yang berjauhan, konektivitas menjadi isu ekonomi. Maka terjadi kemahalan ekonomi, barang-barang mahal karena barang itu import.

Namun apabila pasifik kita gabung dengan Selandia Baru dan Australia maka ini menjadi pasar yang seksi. Kita bicara satu region dengan jumlah penduduk total hampir 45 juta. Gabungan dari Australia, Selandia Baru, dan gabungan negara-negara kecil.Apabila ada Selandia Baru dan Australia di dalamnya menjadi kawasan yang menarik dalam jumlah pasar yang lumayan besar. Dan juga kemampuan ekonomi yang sangat besar. Australia dan ekonomi itu kekuatan utama di pasifik.

Dua negara ini, kecuali Australia belum banyak disentuh Indonesia. Jadi Selandia Baru dan kurang lebih 20 negara-negara yang ada di pasifik adalah pasar yang kurang diperhatikan oleh produsen, eksportir, maupun investor dari Indonesia.Alasan klasik karena jauh dan pasarnya kecil. Sehingga banyak yang berpikiran sangat pragmatis ngapain ngurusin pasar yang penduduknya 6-7 juta. Kenapa saya tidak mikirkan pasar yang dekat saya misal Kabupaten Bogor itu sudah 5 juta penduduknya.

Atau berbicara provinsi-provinsi lain yang jumlah penduduknya sama di pasifik. Sikap-sikap seperti ini yang membuat flow dari produk-produk dari Indonesia ke Pasifik selalu tidak pernah besar. Karena terjadi pragmatisme di kalangan eksportir dan pedagang Indonesia.

Mereka cuma mau melihat volumenya besar. Yang terus kami gelorakan khususnya di era saya di empat tahun terakhir ini adalah bahwa produk itu presensi dari negara kita. Jadi dengan adanya produk kita di rak-rak di negara-negara kecil itu dan ada tulisan made in Indonesia maka secara tidak langsung itu menciptakan awareness terhadap suatu negara yang namanya Indonesia.

Sekarang-sekarang ini di negara pasifik orang ketika membicarakan Indonesia, tidak begitu kenal. Mereka lebih kenal dengan Malaysia, Thailand, lebih kenal dengan Vietnam. Lewat produk. Berbagai produk mereka di rak-rak pasar tradisional sudah secara langsung berkontribusi menciptakan awareness masyarakat pasifik pada suatu negara.

Pada sisi ini kita tertinggal padahal kita di ASEAN itu ekonomi terbesar, negara terbesar tapi dalam konteks level of awareness kita masih di belakang negara-negara tersebut. Ini tidak mudah untuk mengubah stigma pasifik pasar yang kecil dan jauh, yang penyerapan terhadap produknya tidak  begitu banyak.

Kalau stigma ini tidak kita ganti, maka yang rugi adalah kita. Secara image dan saya selalu bicara terkait dengan politik nantinya. Kita ini negara besar tapi tidak begitu dikenal karena itu tadi.Mari kita bongkar sebesar apa potensi dari pasifik itu. Kita mulai dari Selandia Baru. Penduduknya kurang lebih 5 juta.

Termasuk salah satu negara yang paling makmur di dunia. GDP-nya itu 206,9 miliar USD. Kemudian GDP per kapita 42.710 New Zealand Dollar (NZD).Pertumbuhan ekonomi di saat pandemi diprediksi tetap plus. Tahun 2020 saat pandemi itu pertumbuhan ekonomi tetap plus berada pada angka 1,5% memang turun dibandingkan pandemi. Memang tidak ada negara yang mengalami plus.

Salah satunya yang sedikit mengalami plus adalah Selandia Baru. Negara yang orientasinya adalah ekspor. Hampir semua produk yang dihasilkan negara ini baik dari sektor pertanian, perikanan, itu lebih dari 75% untuk mengisi pasar ekspor.

Karena orientasi ekspor maka Selandia Baru aktif dalam perjanjian perdagangan dengan banyak dunia termasuk Indonesia. Karena yang penting bagi mereka adalah jualan. Karena orientasi ekonomi, Selandia Baru tidak ingin ikut campur urusan politik negara lain.

Baru sekarang aja zaman Jacinda Ardern mereka agak berani memberikan komentar-komentar terhadap segala sesuatu yang melawan demokrasi atau melanggar HAM. Seperti Selandia Baru pertama kali yang mengutuk aksi kudeta milter di Myanmar.

Mereka selalu melalui tangan-tangannya mempertanyakan persoalan HAM yang ada di Papua. Mereka tidak berani nanya langsung kepada kita tapi melalui proxi-proxinya.

Ada suatu perubahan sikap dari suatu negara yang tadinya tidak ingin terganggu dengan urusan ekonominya menjadi suatu negara yang sedikit berani berbicara politik.

Tapi secara keseluruhan negara ini adalah negara yang mendewakan ekonomi. Karena dari ekonomi yang berbasis ekspor lah negara ini menjadi negara yang maju dihantam pandemi lebih dari satu tahun negara ini tidak goyah. Mereka berani menutup perbatasan hingga saat ini.

Tidak ada turis mulai Januari sampai sekarang. Mereka tutup pintu untuk turis. Ini suatu indikasi kemampuan mereka mengelola keuangan sehingga istilahnya itu siapkan payung sebelum hujan. Sekarang hujan panjang lebih dari satu tahun tapi tabungan mereka cukup.

Dari sisi impor negara Selandia Baru banyak sekali mengimpor produk-produk dari berbagai negara. Nah produk seperti makanan jadi, van mobil, ventiliser, makanan ternak, itu adalah produk-produk yang tidak bisa mereka produksi.

Ada masuk dari kita tapi kebanyakan itu masuknya dari negara-negara lain. Jadi masuk dari kita hanya pakan ternak.

Ya cukup menjadi primadona, tapi yang lain-lain kita kalah diserbu dari produk-produk serupa dari negara-negara ASEAN. Sebut saja Thailand, Vietnam, Filipina, itu sangat aktif mempenetrasi pasar yang kita anggap kecil.

Ada lagi tiga negara yang aktif betul menghujani pasar dengan berbagai produk. Tentu saja China, Korea, dan Jepang. Di mana Indonesia, kita sedikit sekali.

Kami sudah beberapa kali melakukan pendekatan kepada produsen-produsen kita. Alasannya itu seperti yang saya sebut tadi.Sekarang kita mengandalkan pada industri-industri berbasis teknologi tinggi untuk masuk ke Selandia Baru dan Pasifik. Memang dari segi kuantitas tidak besar tapi dari segi kualitas ketika itu masuk maka selesai sudah produk-produk kecil tadi.

Kita sudah mengekspor trafo sejak awal 2000an. Produk-produk seperti itu. Sekarang kita galakan produk-produk berbasis maritim misalnya itu kapal. Kapal dari nelayan yang sangat sederhana sampai dengan kapal-kapal besar untuk mengangkut penumpang bahkan kapal perang.

Yang diproduksi berbagai perusahaan perkapalan yang ada di Indonesia. Produk-produk seperti ini cocok masuk ke New Zealand dan Pasifik. Karena ini maritim. Negara yang dikelilingi oleh air. Kita sedang melakukan lobi-lobi dari produk-produk industri strategis seperti misalnya kereta api.

Kemudian pesawat-pesawat. Ini yang tidak disentuh oleh negara-negara Asean. Mereka tidak bermain pada sektor-sektor ini.Kebanyakan adalah consumer good. Sekarang kita sedang masuk produk-produk berteknologi tinggi. Dalam lima tahun ke depan itu keyakinan kami.

Ketika kita masuk, maka pada titik itu kita akan mengalami surplus perdagangan dengan Selandia Baru. Kita memiliki target, yang sudah disepakati Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri pada 2016, target perdagangan bilateral Indonesia-Selandia Baru itu Rp 40 triliun atau 40 miliar NZD. Yang harus dicapai sebelum tahun 2024.

Sekarang posisi kita ini sudah di 26-28 miliar NZD. Sudah mencapai setengahnya dengan produk-produk yang tadi itu kecil. Apabila dalam lima tahun ke depan apabila produk besar atau produk berteknologi tinggi itu masuk. Saya rasa target 40 miliar NZD itu menjelang tahun 2024 itu akan bisa kita lampaui.

Sepanjang akhir 2020-2021 bagaimana Selandia Baru melakukan upaya untuk memutus rantai Covid-19?

Sebagaimana seperti kita ketahui bersama, Selandia Baru adalah negara teratas dalam konteks merespon Covid-19. Kita di sini sudah lama menikmati apa yang disebut Covid Free atau bebas dari Covid. Lebih dari 6 bulan kita tinggal di suatu negara, yang segala sesuatunya normal.

Ada sih kasus di suatu komunitas, tapi itu tidak sampai dua digit. Paling empat, enam, paling banyak tujuh. Dalam waktu cepat, kurang dari seminggu sudah bisa teratasi.

Sedangkan kasus-kasus yang lain, kasus-kasus yang aktif itu ada. Itu adalah kasus di tempat karantina. Yang dibawa oleh orang-orang yang masuk ke Selandia Baru.

Itu kasus di perbatasan. Sebagai negara yang duluan mengalami hidup yang normal atau Covid Free. Maka negara ini dengan sendirinya negara yang paling duluan juga dalam melakukan persiapan ekonomi post Covid-19. Apa yang terjadi di Selandia Baru pada waktunya nanti tentu berimplikasi pada negara-negara sekitarnya.

Saya bicara di sini negara-negara kecil, negara-negara kepulauan di kawasan pasifik. Yang ekonominya banyak tergantung dari Selandia Baru. Ketika Selandia Baru menganggap negara pasifik yang covid free. Jadi ketika Selandia Baru membuka perbatasannya maka industri yang paling menggeliat adalah industri pariwisata.

Mulai terjadi arus berpergian dan masuk ke Selandia Baru. Ketika itu terjadi maka perekonomian di pasifik hidup kembali. Mereka ketar-ketir karena tidak ada turis. Karena menutup diri memang mempengaruhi ekonomi. Memang ini dilema, mau hidup sehat atau ekonomi jalan. Negara pasifik hidup sehat, tapi ekonominya bisa disebut mati.

Selandia Baru menutup pariwisata, tapi celengannya banyak. Masih bisa bertahan entah sampai kapan. Tapi mereka tidak bisa lama-lama seperti ini. Borders akan dibuka dengan pasifik. Langkah kedua adalah membuka perbatasan dengan Australia.

Ketika dibuka dari 40 juta orang Australia, 10 jutanya itu turis ke Selandia Baru setiap tahunnya. Jadi bisa kita bayangkan covid ini membuat 10 juta turis Australia hilang. Itu mematikan industri pariwisata di Selandia Baru.Pada waktunya nanti perbatasan dengan Australia dibuka maka perekonomian melalui pariwisata akan kembali hidup maka negara ini normal secara ekonomi.

Kalau sekarang baru normal hidup tapi ekonomi babak belur. Tapi karena cadangan nasional kuat jadi bisa bertahan.

Konteks dari Indonesia, tidak ada yang bisa memprediksi kapan perbatasan dengan Indonesia dibuka.

Karena berbicara keselamatan warga pemerintah Selandia Baru itu tidak ada kompromi. Bagi mereka ekonomi penting tapi yang lebih penting adalah keselamatan warga.Mereka akan melihat satu per satu negara mana yang paling aman untuk melakukan normalisasi hubungan atau pembukaan perbatasan kembali.

Dalam bacaan kami, negara Asean masuk dalam lingkar konsiderasi mereka. Negara-negara yang menurut mereka aman, Vietnam, Thailand, dan Singapura.Most likely negara-negara ini akan mengalami normalisasi hubungan pariwisata dengan Selandia Baru. Melalui pintu-pintu negara Asean ini, kita akan kecipratan ekonominya. Kita akan kembali mendapatkan benefit dari Selandia Baru dan dari Australia. (tribun network/denis destryawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini